Klaim Menag Soal Anggaran Sosialisasi Batal Haji 2021 Tuai Protes Anggota Komisi VIII DPR RI

8 September 2021, 12:27 WIB
Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf. /Jurnal Soreang /Tangkapan layar dpr.go.id

JURNAL SOREANG - Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengklaim anggaran diseminasi pembatalan haji senilai Rp21,7 miliar merupakan hasil kesepakatan Kementerian Agama (Kemenag) dengan Komisi VIII DPR RI.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf melayangkan protes dan secara tegas menolak pernyataan Menag tersebut.

Sebelumnya pada Rapat Kerja antara Komisi VIII DPR RI dan Menag RI tertanggal 30 Agustus 2021, anggaran sebesar Rp21,7 miliar yang dialokasikan untuk kegiatan diseminasi terkait pembatalan keberangkatan jemaah haji tahun 2021 menjadi fokus perhatian.

Baca Juga: Reaksi Menag Gus Yaqut Sikapi Perusakan Masjid Ahmadiyah: Jelas Pelanggaran Hukum

Sebagian anggota Komisi VIII DPR RI menganggap, nilai anggaran itu terbilang fantastis untuk sebuah kegiatan sosialisasi pembatalan haji.

Selain itu, anggaran senilai Rp76 miliar untuk program prioritas kebijakan Kemenag juga menimbulkan pertanyaan karena tidak mencantumkan penjelasan rinci ihwal peruntukannya.

Lebih lanjut, di hadapan para anggota Komisi VIII DPR RI, Menag juga berjanji tidak akan melanggar 'hasil kesepakatan' dengan DPR. 

Namun yang terjadi kemudian, Menag secara sepihak mengklaim alokasi anggaran sebanyak Rp21 miliar maupun Rp76 miliar itu disebut telah memperoleh 'kesepakatan DPR'.

Baca Juga: Menag Yaqut Sebut Ujaran Kebencian dan Penistaan Agama Adalah Tindak Pidana

Menurut Bukhori, itu hanya lip service karena sesungguhnya Kemenag tetap bisa mengeksekusi anggaran tersebut tanpa bersepakat dengan DPR sekalipun.

"Artinya, perlu saya luruskan, bahwa tidak tepat jika mata anggaran yang disampaikan Kementerian Agama tersebut merupakan hasil kesepakatan dengan Komisi VIII DPR," tegas legislator daerah pemilihan Jawa Tengah I ini, sebagaimana dikutip dari dpr.go.id yang diunggah pada Senin, 6 September 2021.

Untuk diketahui, berlakunya UU No. 2 Tahun 2020 memungkinkan perubahan APBN diatur hanya dengan Peraturan Presiden (Perpres), kendati secara konstitusional menegasikan kewenangan DPR.

"Fraksi PKS menjadi satu-satunya fraksi di parlemen yang menolak Perppu Covid yang kemudian disahkan menjadi UU No 2 Tahun 2020," beber anggota Badan Legislasi DPR RI ini.

Baca Juga: CEK FAKTA! Video Viral Menag Gus Yaqut Dibaptis dan Pindah Agama: Hoaks!

Pemerintah kemudian menerbitkan Perpres Nomor 72 Tahun 2020 untuk merevisi Perpres No 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Postur APBN Tahun Anggaran 2020.

Pemerintah berdalih, payung hukum ini dibentuk demi mengakomodir kebutuhan belanja negara yang meningkat untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.

Inilah yang menjadi salah satu pertimbangan Fraksi PKS menolak UU No 2 Tahun 2020 karena UU tersebut mengamputasi kewenangan pengawasan DPR RI.

"Saya merasa khawatir dengan pengelolaan uang rakyat yang dikerjakan secara sepihak oleh pemerintah tanpa pengawasan ketat oleh DPR selaku wakil rakyat," tutup Bukhori.***

Editor: Rustandi

Sumber: dpr.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler