Ketentuan tersebut berbunyi, “memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir”
Fikri menyatakan, pada dasarnya BOS digunakan untuk kemanfaatan belajar bagi seluruh peserta didik yang bersekolah di jenjang Pendidikan dasar dan menengah, sesuai dengan amanat program wajib belajar.
“Jadi bukan semata untuk sekolahnya, tapi untuk murid yang bersekolah di situ, karena basis perhitungan besaran BOS berdasarkan jumlah murid,” urai dia.
Diskriminasi atas sekolah dengan jumlah murid di bawah 60 orang juga berpotensi menimbulkan kesenjangan yang tajam bagi daerah-daerah pada kondisi tertentu. “Misalnya di daerah dengan geografi dan biografi yang tidak menguntungkan sehingga jumlah muridnya sedikit,” kata wakil rakyat Dapil KabupateKota Tegal dan Brebes.
Walaupun di pasal 3 ayat (3) PermendikbudRistek no.6/2021 tersebut mengecualikan sekolah dengan kondisi tertentu, antara lain sekolah di daerah khusus yang ditetapkan oleh kementerian, dan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah yang berada pada wilayah dengan kondisi kepadatan penduduk yang rendah dan secara geografis tidak dapat digabungkan dengan sekolah lain.
Baca Juga: Mantan Kepsek SMK di Jakarta Barat Jadi Tersangka Korupsi Dana BOS dan BOP Sebesar Rp7,8 Miliar
Namun, menurut Fikri penetapan sekolah dengan kondisi khusus/ tertentu itu hanya akan memperpanjang jalur birokrasi bagi sekolah-sekolah yang berhak untuk menerima dana BOS regular.
“Padahal prinsip dasar Konstitusi kita adalah bagaimana pemerintah menyelenggarakan pendidikan yang merata dan berkeadilan , termasuk dalam alokasi dana BOS,” tutup anggota FPKS ini.***