Kesehatan Pulih Ekonomi Bangkit: Bersama Hantam Balik Covid-19

- 30 November 2020, 10:49 WIB
Ilustrasi Aktivitas Produktif dengan protokol kesehatan 3M
Ilustrasi Aktivitas Produktif dengan protokol kesehatan 3M /Handri/Jurnal Soreang

JURNAL SOREANG - Pandemi Covid-19 menghantam seluruh sendi kehidupan dunia, termasuk Indonesia sejak awal 2020.

Namun sejak itu pula, segenap kekuatan bangsa ini terus dikerahkan untuk memerangi pandemi tersebut.

Kebijakan pencegahan dan penanganan dikeluarkan oleh pemerintah demi membentengi masyarakat dari sisi kesehatan.

Baca Juga: Siap Sapa Bazar Buku Big Bad Wolf 1-7 Desember 2020 Secara Daring. Ada Diskon Hngga 90 Persen

Konsekuensinya, sisi ekonomi masyarakat kemudian ikut terdampak, akibat pembatasan sosial.

Namun hal itu juga langsung direspon pemerintah dengan berbagai kebijakan intervensi bantuan, agar masyarakat tetap memiliki daya beli.

Seiring waktu, harus disadari bahwa di tengah pandemi kita tetap harus produktif agar kehidupan bisa terus berjalan.

Baca Juga: Siap Sapa Bazar Buku Big Bad Wolf 1-7 Desember 2020 Secara Daring. Ada Diskon Hngga 90 Persen

Tentunya, aktivitas produktif harus dibarengi dengan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan agar kita tetap bisa terhindar dari paparan virus korona.

Hal itu pun kini sudah komitmen pemerintah di mana kesehatan tetap menjadi nomor satu, tetapi produktivitas juga harus berjalan.

Melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), kebijakan strategis pemerintah dalam menangani Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang terdampak pun tak lagi terpisah.

Baca Juga: Mangga Mentah Bukan Hanya untuk yang Nyidam Lho, tapi Bisa Jaga Kesehatan Jantung

Keduanya kini menjadi satu kesatuan sinergis yang tak bisa dipisahkan dalam jargon "Kesehatan Pulih Ekonomi Bangkit".

Di sektor ekonomi, pemerintah telah menggulirkan berbagai bentuk bantuan sosial dan permodalan bagi masyarakat dan sektor usaha terdampak.

Sebut saja bantuan langsung tunai dan bantuan sosial lain yang membuat warga miskin masih bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Baca Juga: Ini Hikmah Pandemi. Covid-19 jadi Laboratorium Bersama yang Menempa Mental dan Budaya Inovasi

Bagi para pekerja, bantuan subsidi upah pun digelontorkan untuk jutaan penerima.

Belum lagi bantuan bagi pelaku UMKM di berbagai sektor produktif dan pariwisata.

“Alhamdulillah setelah adanya bantuan BPUM, saya bisa memperlebar tempat atau meja untuk usaha tambahan. Kemudian saya menambahkan usaha gorengan.Saya memanfaatkan sayur yang ibu saya jual agar tidak terbuang sia-sia,”, kata pengusaha karedok dan gado-gado Iis Suminar, dalam dialog produktif bertema 'Pejuang ekonomi garis depan wirausahawan usaha mikro yang diselenggarakan oleh KPCPEN di Jakarta, Senin, 9 November 2020 lalu.

Baca Juga: PKS Luncurkan Lambang dan Mars Baru. Diklaim Lebih Dekat ke Berbagai Kalangan

Meskipun demikian, usaha Iis tersebut bisa terus berjalan lancar berkat kedisiplinannya dalam menerapkan protokol kesehatan 3M.

Ya, selama vaksinasi belum bisa dilakukan, protokol kesehatan 3M memang menjadi perisai utama bagi kita semua dari paparan virus korona.

Saat ini, sebagian besar kasus positif Covid-19 memang tanpa gejala.

Baca Juga: Brace Edinson Cavani Menangkan MU 3-2 atas Southampton

Selain itu tingkat kesembuhan pun terus meningkat dari waktu ke waktu.

Hal itu boleh dijadikan bekal optimisme untuk menyongsong kehidupan normal yang baru.

Namun bukan berarti masyarakat boleh kendor dalam menerapkan protokol 3M, karena mencegah tetap lebih baik daripada mengobati.

Baca Juga: Tanpa Zlatan Ibrahimovic, AC Milan Tetap Sukses Balas Dendam Pada Fiorentina

Soalnya meskipun bisa sembuh, paparan Covid-19 bisa merugikan masyarakat secara ekonomi.

Betapa tidak, biaya perawatan untuk seorang pasien Covid-19 bisa mencapai angka tertinggi Rp600 juta.

Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Dr.dr. Hasbullah Thabrany, dalam acara Dialog bertajuk ‘Mengobati COVID-19 Rata-rata 184 juta rupiah, Mencegah Lebih Murah’ yang diselenggarakan oleh KPCPEN, Senin 17 Noveber 2020.

Baca Juga: Messi Cetak Gol Open Play Kedua. Barcelona Naik 7 Peringkat setelah Bantai Osasuna 4-0

Jadi sambil menunggu vaksina, protokol 3M adalah senjata paling ampuh dalam mencapai "Kesehatan Pulih Ekonomi Bangkit".

Namun jangan lupa pula bahwa vaksinasi juga hanya tinggal menunggu waktu dan sebagian besar masyarakat berharap segera terealisasi.

Hal itu terbukti dengan hasil survey Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dengan dukungan UNICEF dan WHO, yang menunjukan bahwa lebih dari 66,7 persen masyarakat menyatakan siap menerima vaksinasi Covid-19.

Baca Juga: Tulus Kembali Gagal Gelar Konser Di GBK, Begini Alasannya

Sangat disayangkan bahwa saat ini masih ada juga mitos dan informasi sesat (hoaks) terkait vaksin.

Namun tidak perlu khawatir, mitos dan hoaks itu sudah terjawab dengan sejumlah kajian ilmiah dari banyak peneliti dan akademisi.

Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Prof. Hindra Irawan Satiri, SpA(K), Mtrop Paed. mengatakan, mitos yang mengatakan vaksin mengandung zat berbahaya sama sekali tidak benar, karena kandungan vaksin sudah diuji sejak praklinis.

Baca Juga: Polda Metro Jaya Kembali Layangkan Surat Panggilan Ke Rizieq Shihab

"Sebenarnya vaksin tidak berbahaya, namun perlu diingat bahwa vaksin itu produk biologis. Oleh sebab itu, vaksin bisa menyebabkan nyeri, kemerahan dan pembengkakan yang merupakan reaksi alamiah dari vaksin. Jadi memang kita harus berhati-hati mengenai mitos-mitos terkait KIPI ini,” tutur Hindra dalam Dialog ‘Keamanan Vaksin dan Menjawab KIPI‘, yang digelar oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis 19 November 2020
Harus diingat pula bahwa vaksinasi memang salah satu langkah strategis dalam memerangi wabah penyakit.

Indonesia sendiri sudah pernah merasakan manfaat strategis vaksin saat berperang melawan polio.

Penasihat Field Epidemiology Training Program (FETP), dr. I Nyoman Kandun, MPH mengatakan, setelah menang pada 1995-1997, Indonesia pernah kembali diserang polio pada 2002 yang kembali teridentifikasi di Cidahu Sukabumi.

Baca Juga: Mangga Bisa Juga Bantu Kurangi Kerutan di Wajah. Tapi Mangga Jenis Ini

Namun lewat vaksinasi atau imunisasi yang gencar pada 2005, polio kembali sukses diberantas pada 2006 dan pada 2014 label bebas polio diberikan WHO kepada Indonesia.

"Sampai saat ini tidak ditemukan lagi penderita polio yang disebabkan virus polio liar. Jadi apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir penyebaran virus? Cakupan imunisasi harus setinggi-tingginya, bila perlu 100 persen," kata Nyoman dalam acara Dialog Produktif bertema ‘Belajar dari Sukses PIN Polio’, yang oleh KPCPEN, Selasa 17 November 2020.

Dengan semua keterangan valid dari para ahli tersebut, sudah saatnya masyarakat kini mulai bangkit dan ikut berperan aktif memerangi Covid-19.

Baca Juga: Siap Sapa Bazar Buku Big Bad Wolf 1-7 Desember 2020 Secara Daring. Ada Diskon Hngga 90 Persen

Caranya adalah dengan tetap beraktivitas produktif, tanpa melonggarkan sedikitpun disiplin protokol kesehatan 3M serta pada waktunya nanti, sambutlah vaksinasi atau imunisasi Covid-19 dengan penuh keyakinan.

Keyakinan bahwa semua itu bisa membuat kita memang melawan virus korona dan bisa kembali menata kehidupan yang lebih baik untuk anak-cucu di masa depan.***

Editor: Handri

Sumber: KPCPEN


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x