Krisis Pangan Mencekam Dunia, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah Indonesia

22 Juni 2022, 06:44 WIB
Ilustrasi beras. Krisis Pangan Mencekam Dunia, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah Indonesia /pixabay/

JURNAL SOREANG- Ketua Brigade Pembela Keadilan,  Andi Akmal Pasluddin, meminta kepastian keseriusan pemerintah dalam merespon situasi pangan yang mulai mencekam di beberapa belahan dunia.

Di lain pihak anggaran di kementerian pertanian masih terus merangkak turun dari tahun ke tahun. Pendapat ini Andi Akmal sampaikan pada diskusi Bisnis Forum yang turut dihadiri oleh ketua badan pangan nasional, praktisi petani dan peneliti Indef.

Akmal mengungkapkan, lima tahun terakhir APBN kementan terus turun dengan rincian: APBN 2017 Rp22,1 triliun- , APBNP 2017 Rp24,1 triliun- , APBN 2018 Rp23,8 triliun,- dan  APBN 2019 Rp21,6 triliun.

Baca Juga: Di Tengah Krisis Global Pangan, Ironisnya Tren Anggaran Pertanian Menurun

"Sedangkan pada  APBN 2020 Rp15,7 triliun, APBN 2021 Rp16,24 triliun, APBN 2022 Rp14,66 triliun,- dan APBN 2023 (pagu indikatif) Rp13,72 triliun,-. Ini tanda pemerintah terbukti kurang respon terhadap persoalan pangan," kata Akmal yang juga anggota Komisi IV DPR, Selasa 21 Juni 2022.

Saat ini para petani belum merasa tenang ketika sudah menanam komoditas pangan, tapi tidak ada jaminan harga yang menguntungkan karena selalu dibayangi pasar yang diganggu oleh produk impor.

"Bahkan alasan cuaca dan lemahnya faktor distribusi termasuk logistik pergudangan menjadi alasan tidak menentunya harga karena sifat produk pangan terutama hortikultura yang mudah rusak”, tutur Akmal.

Baca Juga: Antisipasi Ancaman Krisis Global, Pemerintah Perlu Reorientasi Arah Kebijakan Komoditas Pangan

Akmal menuding,  saat ini negara masih menganut pasar bebas yang diawali oleh kebijakan pemerintah yang pernah berhutang kepada IMF sehingga salah satu implikasinya, BULOG yang tadinya sebagai lembaga penyangga pangan yang sangat efektif di lapangan, kini berubah menjadi lembaga profit berupa perusahaan.

Akmal menambahkan, sejak BULOG berubah fungsi, Negara mengalami kekacauan dalam mengendalikan stok pangan di gudang-gudang yang tersebar di seluruh Indonesia.

Mekanisme tata niaga pangan menjadi pasar bebas yang fluktuatif tergantung situasi pasar yang pemerintah sulit mengendalikan dengan intervensi harga atau operasi pasar karena tools yang dipakai pemerintah sangat terbatas.

Baca Juga: Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Hewan Ternak Harus Segera Ditangani Cepat Demi Keamanan Pangan Nasional

“Implementasi UU no 18 tahun 2012 tentang pangan masih belum optimal dijalankan amanatnya. Tidak ada lembaga negara yang berfungsi seperti BULOG ketika masih berbentuk Badan. Saat ini Komisi IV DPR masih terus mendorong Kementan agar efektif membina para petani untuk meningkatkan produksi pangan di sentra-sentra komoditas baik tanaman pangan, perkebunan maupun hortikultura”, urai Akmal.

Politisi asal Sulsel II ini menyampaikan, membangun ekosistem Tata Niaga Pangan Sehingga Petani Dapat Fokus Berproduksi. Saat ini Menteri Perdagangan yang baru dilantik memiliki tantangan berat untuk berkolaborasi dengan kementerian teknis mengatasi carut marut persoalan pangan dalam negeri.

Ia memprediksi, situasi gejolak pangan dunia yang mempengaruhi Indonesia akan terus berlanjut hingga tahun 2022. DPR menurutnya, terus mengawasi bagaimana ketersediaan pangan nasional cukup dimana kementerian Hulu seperti Perdagangan mawas diri terhadap ekspor impor komoditas pangan.

Baca Juga: Impor Pangan Terus Naik Akibat Data Tidak Akurat? Bahkan Data Tak Sama Antar Instansi Pemerintah

“Petani kita selama ini terus didorong berproduksi, akan tetapi pasca panennya tidak diperhatikan. Petani kita harus diberi keadilan yang selama ini terjadi harga naik di tingkat konsumen tapi di tingkat petani tidak bahkan cenderung turun. Insentif buat petani mesti diperhatikan, jangan sampai petani menjadi kelompok yang paling menderita dari rantai tata niaga pangan nasional”, kritis Akmal.

Legislator asal Sulawesi Selatan ini mengusulkan kepada pemerintah agar membangun pasar yang adil (Market fair), dimana adil untuk produsen, adil untuk distributor, adil untuk pedagang dan adil untuk konsumen. Ia mengingatkan agar negara jangan seperti negara Liberal.

“Masih banyak yang harus diperbaiki. Kita harus mengakui mulai dari persoalan pupuk, mesin pertanian, teknologi pola tanam, bibit dan banyak hal lain," katanya.

Baca Juga: Waduh! Harga Bahan Pangan Terus Naik, Pemerintah Harus Peka dan Kendalikan Harga Pangan

Sebagai contoh saat ini persoalan PMK (penyakit mulut dan Kuku) yang bila tidak tertangani dengan baik, akan mematikan para peternak nasional yang memicu ketergantungan impor.

"Untuk itu, kesempatan situasi pangan yang mencekam kali ini, mari kita ubah menjadi situasi yang baik bagi negara kita untuk menghadapi persoalan pangan dunia”, tutup Andi Akmal Pasluddin.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler