Lunas Utang Tanpa Riba? Pasti Bisa, Begini Caranya

13 September 2021, 10:11 WIB
Ilustrasi utang. Begini cara lunasi utang tanpa riba /Pixabay/Rilsonav/

JURNAL SOREANG- Bebas dari lilitan utang adalah dambaan tiap orang khususnya yang tercekik utang. Betapa tidak, dengan hidup tanpa utang, kita dapat bernapas lega, tenang, sehat dan bahagia.

Namun, bagaimana kita bebas dari lilitan utang? Inilah hal penting yang ditanyakan mereka yang sedang terlilit utang.

Tutup lubang ganti lubang ternyata bukan cara benar untuk membebaskan diri dari lilitan utang.

Semakin sering orang berbuat seperti itu, maka dia akan terjerumus pada persoalan yang lebih kompleks.

Baca Juga: Awalnya Manis, tapi Utang Bisa Mengundang Petaka, Ini Dampaknya

“Tutup lubang ganti lubang hanya memberikan kelegaan sesaat,” kata Master Polarity Therapy, Yohannes Steve Tauran, saat dihubungi, Senin, 13 September 2021.

“Leganya yaitu saat dapat menutup lubang utang saja. Waktu menggali utang baru ya jadi masalah baru,” jelasnya.

Karena itu Steve ingin membagikan cara jitu mengatasi utang tanpa harus menggali lubang utang lagi.

Caranya, ujar Steve, bangun solidaritas di dalam keluarga atau komunitas. Misal, Si Anu terjerat utang Rp 10 juta. Bagikan beban utang itu kepada seluruh anggota keluarga.

Baca Juga: Diisukan Terlilit Utang, Rizky Billar Membantah, Beri Lesti Kejora Rumah Rp20 M

Jika ternyata keluarga besar kita beranggotakan 100 orang, maka dengan per orang menyumbang Rp 100 ribu, utang Si Anu akan beres.

“Kawan saya mengalami hal itu,” kata Steve seraya mengisahkan pengalaman temannya.

Kisahnya, Lydia tertipu dalam sebuah bisnis bersama temannya. Gara-gara tertipu itu Lydia harus memikul beban utang Rp 100 juta.

Lydia memberanikan diri berbagi beban kepada seluruh anggota keluarga besarnya. Alhamdulillah, kurang dari seminggu, utang Lydia beres.

Baca Juga: Penagih Utang Diamuk Massa karena Ambil Motor Milik Pengemudi Ojol

Dengan cara itu, kata Steve, Lydia tenang, saudara-saudara yang menyumbangnya pun ikut senang. Pokoknya semua jadi hepi.

“Dan satu hal penting dengan cara itu adalah kita bebas dari riba,” jelasnya.

Namun Steve mengakui bahwa membangun rasa solidaritas dalam keluarga, jamaah, atau komunitas itu tidak gampang.

Padahal, seharusnya, disebut keluarga, jamaah atau komunitas itu jika satu sama lain anggota di dalamnya sepakat untuk saling peduli dan saling membantu.

Baca Juga: PLN Monopoli Listrik RI Tapi Punya Utang Rp500 Triliun, DPR: Coba Jelaskan Kepada Kami

“Keluarga, jamaah atau komunitas yang tidak memiliki rasa solidaritas, sama dengan keluarga, jamaah atau komunitas yang mati,” tegasnya. ***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler