Tegas, Jokowi: Ada yang Salah dan Tidak Benar dalam Kebijakan Subsidi Pupuk Rp33 triliun per Tahun

11 Januari 2021, 10:43 WIB
Tangkapan layar Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Rakernas Pertanian 2021 yang disiarkan langsung di kanal Sekretariat Presiden, Senin 11 Januari 2021 /Handri/Jurnal Soraeng

JURNAL SOREANG - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai ada yang salah dan tidak benar dalam program subsidi pupuk selama ini.

Soalnya anggara besar yang digelontorkan selama ini belum berpengaruh signifikan terhadap kenaikan produksi.

"Berapa puluh tahun kita subsidi pupuk? Setahun subsidi pupuk Rp33 triliun, return-nya apa? Apakah produksi melompat naik?," tutur Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pertanian 2021, yang disiarkan di kanal Sekretariat Presiden, Senin 11 Januari 2021.

Baca Juga: Petugas Tutup Jalur ke Puncak Bogor, Mobil Plat Cianjur ke Cipanas Masih Boleh Lewat

Oleh karena itu, Jokowi meminta Kementerian Pertanian dan elemen terkait lain untuk mengevaluasi program rutin subsidi pupuk.

Jika 10 tahun saja subsidi pupuk dilakukan dengan besaran yang sama, maka jumlah anggaran yang sudah dikeluarkan oleh negara mencapai Rp330 triliun.

"Angka itu besar sekali. Kalau tiap tahun kita mengeluarkan subsidi pupuk sebesar itu, kemudian tidak ada lompatan di sisi produksinya, ada yang salah, ada yang tidak benar di situ," kata Jokowi.

Baca Juga: Hanya Karena Lakukan Plagiat Saat Mahasiswa, Menteri Ini Mundur dari Jabatannya

Jokowi tak menampik jika ada lompatan besar produksi pertanian yang membuat Indonesia bisa melakukan ekspor, namun itu dari komoditas sawit yang notabene tidak disuntik subsidi pupuk ataupun bibit.

Sedangkan komoditas yang disuntik subsidi seperti jagung, kedelai, gula, hingga bawang putih yang disubsidi masiv, belum terlihat kenaikan produksi yang signifikan.

Buktinya jangankan ekspor, Indonesia justru masih harus mengimpor jutaan ton komoditas-komoditas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Baca Juga: Artis Dangdut Ini Dapat Hadiah dari Bupati dan Infak ASN di BAZNAS Serang

Jokowi mengakui, sejumlah sentra komoditas tersebut seperti bawang putih di Wonosobo dan NTB, memang sudah bisa meningkatkan produksi, tetapi jumlahnya masih tetap belum bisa memenuhi kebutuhan.

Akibatnya jangankan untuk menghilangkan, untuk menekan angka impor pun, kenaikan produksi itu belum bisa. "Percuma bisa produksi tapi sedikit, tidak berpengaruh terhadap impor," ucapnya.

Selain masalah jumlah, masalah klasik yang menjadi kendala dari dulu sampai sekarang adalah belum mampunya petani menekan harga pokok produksi sehingga tak bisa bersaing dengan harga impor.

Baca Juga: Mengharukan, Sebelum Naik Sriwijaya Air Co-Pilot Fadly Sempat Telefon Ibunya

Tidak terkecuali pada komoditas yang belum lama ini bermasalah, yaitu kedelai di mana sulitnya budidaya kedelai membua harga pokok produksi petani lokal masih jauh di atas harga jual kedelai impor.

Dalam kondisi seperti itu, Jokowi menilai perlunya intensifikasi pertanian dalam skala besar dengan penerapan teknologi yang canggih agar bisa menekan harga pokok produksi dan menyaingi harga jual komoditas impor.

Jokowi menilai, komoditas-komoditas yang masih bergantung pada impor itu harus dikembangkan di lahan yang sangat luas sampai ratusan ribu hektare, tidak lagi cukup dengan puluhan hektare.

Baca Juga: Hujan Lebat Mengguyur Spanyol, Timnas Indonesia U-19 Batal Gelar Gim Internal

"Pengelolaan terkait komoditas pangan terutama yang masih impor seperti kedelai, jagung, gula, bawang putih, beras, yang jumlah impornya masih jutaan ton, harus segera diselesaikan," tutur Jokowi.

Caranya, adalah dengan mengembangkan kawasan besar seperti Food Estate yang kini dikembangkan di Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah.

Tak bisa lagi hanya lakukan program rutinitias konvensional yang bertahun-tahun dilakukan tanpa menunjukan hasil yang signifikan.

Baca Juga: Hari Ini, Fokus Pencarian Sriwijaya Air SJ182 Fokus Ke Lokasi Kotak Hitam

Hal itu semakin mendesak mengingat organisasi pangan dunia FAO sudah mulai meningatkan kemungkinan terjadinya krisis pangan di tengah pandemi Covid-19 yang belum juga berakhir.***

Editor: Handri

Sumber: Sekretariat Presiden

Tags

Terkini

Terpopuler