Ternyata Ada 3 Juta Warga yang Buta Aksara, Ini Strategi Kemendikbudristek Tuntaskan Buta Aksara

- 5 September 2021, 22:36 WIB
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Jumeri pada Bincang Pendidikan secara virtual, Sabtu (04/09) di Jakarta soal buta aksara
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Jumeri pada Bincang Pendidikan secara virtual, Sabtu (04/09) di Jakarta soal buta aksara /Kemendikbud ristek/

JURNAL SOREANG- Angka buta aksara di Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya seiring dengan terlaksananya berbagai strategi yang inovatif dan sinergi berbagai pemangku kepentingan.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, persentase dan jumlah penduduk buta aksara telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan persentase dan jumah buta akasara tahun 2021.

“Persentase buta aksara tahun 2019 sebanyak 1,78 persen atau 3.081.136 orang, dan pada tahun 2020 turun menjadi 1,71 persen, atau menjadi 2.961.060 orang,” disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek, Jumeri pada Bincang Pendidikan secara virtual, Sabtu 4 September 2021.

Baca Juga: Kabar Gembira: Anak Kedua Raditya Dika Lahir, Namanya Kembali Berbau Penulis, Aksara Asa Nasution

Beberapa langkah strategis yang telah dilakukan dan dinilai mampu mendorong percepatan penuntasan buta aksara di Indonesia dengan capaian angka melek aksara untuk usia 15-59 tahun di atas 98 persen adalah sebagai berikut.

Langkah pertama, pemutakhiran data buta aksara bekerjaana dengan BPS. “Dengan demikian, dapat diukur capaian penuntasan buta aksara dan diketahui peta sebaran penduduk buta aksara tersebut sampai tingkat provisni dan Kabupaten/Kota. Mengacu pada peta sebaran buta aksara tersebut, kami menetapkan kebijakan layanan program pendidikan keaksaraan,” tutur Jumeri.

Langkah kedua, peningkatan mutu layanan pendidikan dan pembelajaran keaksaraan dengan fokus utama pada daerah tertinggi persentase buta aksaranya. Diterangkan Jumeri, Kemdikbudristek melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster, yaitu memusatkan program di kabupaten terpadat buta aksara pada lima provinsi yang tinggi buta aksaranya yaitu Papua (22,03%), Nusa Tenggara Barat (7,52%), Sulawesi Barat (4,46%), Nusa Tenggara Timur (4,24%), dan Sulawesi Selatan (4,11%). (Sumber: Susenas BPS RI, 2020).

Baca Juga: Kemendikbud ristek dan LMK Akan Lakukan Pendataan Musik Tradisi Nusantara, Ini Tujuannya

Sistem blok dalam penuntasan buta aksara ini dipandang cukup efektif dalam upaya menurunkan persentase buta aksara. Bagi wilayah yang memiliki kekhususan, Kemendikbudristek juga menggulirkan program-program keaksaraan dengan memperhatikan kondisi daerah dan kearifan budaya lokal, seperti program Keaksaraan Dasar bagi Komunitas Adat Terpencil/Khusus.

“Hal ini sebagai upaya untuk menjangkau yang tak terjangkau,” lanjut Dirjen Jumeri.

Langkah ketiga, Kemendikbudristek mengembangkan jejaring dan sinergi kemitraan lintas sektor dalam penuntasan buta aksara dan pemeliharaan kemampuan keberaksaraan warga masyarakat.

Baca Juga: Kemendikbud Ristek Nadiem Makarim Berikan Bantuan UKT Rp2,4 Juta Bagi Mahasiswa, Begini Cara Dapatnya

“Mekanismenya dengan melakukan sharing anggaran antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Selain itu kemitraan dengan perguruan tinggi, melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik yang dikoordinasikan oleh Pusat/Balai Pengembangan PAUD dan Dikmas serta Dinas Pendidikan kabupaten dengan sasaran lembaga pendidikan nonformal dan organisasi mitra yang bergerak di bidang pendidikan seperti Aliansi Masyarakat Adat,” terang Jumeri.

Tahap akhir, untuk mengimplementasikan layanan program pada daerah terpadat tersebut, diperlukan inovasi seperti inovasi layanan program secara daring.

Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK), Samto mengakui upaya penurunan angka buta aksara menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah tidak efektifnya pembelajaran di masa pandemi.

Baca Juga: Ekonomi Turun, Pandemi Saatnya Tingkatkan Kompetensi Diri, Kemendikbud ristek: Ciptakan Inovasi Baru

“Oleh karena itu, nanti kita akan coba tekankan program untuk wilayah yang tinggi tingkat kebutaaksaraannya. Semua anggaran kita fokuskan untuk memberantas buta aksara di lima wilayah terendah. Jika di lima wilayah tersebut buta aksaranya rendah maka akan meningkatkan angka melek aksara secara agregat,” jelasnya.

Di sisi lain, Samto menjelaskan bahwa gerakan literasi digital sudah mulai dikembangkan secara daring di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sejak tahun 2017.

“Bagi para pengajar kesetaraan dengan koneksi internet yang baik, mereka sudah melakukannya. Tercatat, lebih dari 270 ribu peserta didik kesetaraan sudah menggunakan sistem daring. Bahkan di masa pandemi, jumlahnya diperkirakan makin meningkat. Inilah terobosan bagi pendidikan kesetaraan,” ungkapnya.

Baca Juga: Ini Alasan Ariyanti Dipercaya Selenggarakan Program PKW 2021 Oleh Kemendikbud Ristek

“Kita juga memberi bantuan peralatan digital untuk Taman Bacaan Masyarakat (TBM) setiap tahun agar bisa memberikan layanan secara digital. Sekarang lebih dari 300 PKBM yang memiliki TBM berbasis digital,” tambah Direktur PMPK.***

Editor: Sarnapi

Sumber: Kemendikbudristek


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah