JURNAL SOREANG - Tanggal 8 Maret, sejak puluhan tahun lalu diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia, namun di Indonesia sendiri di era kekuasaan Presiden Soeharto, peringatan itu sempat dilarang karena dianggap identik dengan Komunis.
Sejarah peringatan ini bermula 8 Maret 1857, sekelompok buruh perempuan pabrik tekstil di New York menggelar aksi unjuk rasa menuntut hak upah yang sama dengan buruh laki-laki.
Hal serupa terjadi berulang, pada tahun 1908 atau 50 tahun kemudian, 15 ribuan buruh pabrik tekstil di negara yang sama memprotes dan menuntut jam kerja yang manusiawi, meminta kenaikan upah dan meminta hak untuk ikut menggunakan suara dalam pemilu.
Sejak saat itu, melalui Konferensi Perempuan Sosialis II di Kopenhagen, Denmark, aktivis perempuan dari Jerman Clara Zetkin dan Zeitz, mengusulkan agar tanggal 8 Maret ditetapkan sebagai Hari Perempuan Sedunia.
Aksi-aksi besar yang dikomandoi oleh perempuan kemudian digelar dibeberapa negara, salah satunya di Rusia, 8 Maret 1917.
Hari Perempuan Sedunia diperingati dengan memprotes kelaparan, kemiskinan, perang dan penindasan politik. Yang memicu Revolusi di kekaisaran Rusia.
Sementara di Indonesia, hari peringatan pertama kali diadakan tahun 1948 atas prakarsa Umi Sardjono dan S.K. Trimurti. Yang kemudian mendirikan Gerwani tahun 1954.