Pada masa pandemi yang menuntut setiap anak bersentuhan dengan media online, Eva mengatakan terdapat lima bentuk ekspoitasi seksual secara daring yang sering menimpa anak-anak yakni:
1. cyber child sexual abuse, kegiatan ini biasanya membuat gambar atau video kekerasan seksual hingga berfokus pada kelamin anak.
Baca Juga: Polisi Dalami Laporan Dugaan Kasus Pencabulan oleh Oknum Pimpinan Ponpes di Katapang Bandung
Bentuknya tiap materi aktivitas seksual yang menggunakan anak dibuat secara digital tanpa adanya bentuk yang nyata.
2. sexting yakni pembuatan dan pembagian gambar telanjang atau nyaris telanjang yang menggoda secara seksual melalui telepon genggam ataupun jejaring sosial.
Biasanya anak melakukan karena inisiatif sendiri, ancaman dari pelaku atau tekanan teman.
3. Online Grooming for Sexual Purposes di mana pelaku akan menjalin hubungan dengan anak melalui internet sebagai wadah untuk melakukan kontak seksual daring ataupun luring.
Pada mulanya, pelaku akan memberikan perhatian dan hadiah-hadiah pada anak. Dari sana, mereka akan mulai melakukan kekerasan secara psikologis, melakukan manipulasi, mendidik secara seksual dan membuat anak tidak peka.
“Ini sangat mengkhawatirkan karena ternyata para pedofil atau para pelaku kejahatan seksual daring menyasar justru anak-anak yang belum paham tentang media sosial, belum paham batasan-batasan dalam mengunggah foto sehingga rentan sekali menjadi korban,” ujar dia.