JURNAL SOREANG- MUTIARA HIKMAH ini semoga bisa menjadi perenungan diri atau muhasabah sebagai upaya berkaca terhadap amalan dan memperbaikinya pada hari ini dan selanjutnya.
Menjadi seorang pemaaf adalah bukti bahwa orang tersebut berhati lembut , lapang dada, sabar , dermawan , dan mulia.
Dengan begitu , sifat pemaaf tersebut dapat menjadikan seseorang sebagai manusia mulia di hadapan Allah dan di hadapan manusia lainnya.
Baca Juga: Meneladani Akhlak Nabi: Pemaaf dan Tidak Memonopoli dalam Pembicaraan, Ini Maksudnya
Meski sebagian orang menganggap bahwa memaafkan itu tanda tidak berani dan tidak berdaya. Sebaliknya sikap membusungkan dada, berteriak keras , mata melotot, marah-marah , dan membalas keburukan orang dengan tindakan lebih galak dianggap sebagai sifat orang yang pemberani dan kuat.
Padahal sejatinya memaafkan akan mengangkat derajat pemiliknya dan menjadikannya sifat mulia.
Hal itu sesuai dengan pesan Rasulullah SAW, " Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ ( rendah hati ) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya ." ( HR. Muslim ).
Baca Juga: Masyarakat Sunda Minta Arteria Dahlan Memohon Maaf, Kang Emil: Orang Sunda Itu Pemaaf
Pesan hadits di atas adalah bahwa siapa saja yang memaafkan, maka Allah menambahkkan kemuliaan kepadanya dengan maafnya tersebut.
Tidaklah pantas anggapan bahwa memaafkan itu menghancurkan kehormatan dan merendahkan martabat manusia.