Mutiara Hikmah, Apa Susahnya Menjadi Manusia Pemaaf

- 15 Februari 2022, 06:49 WIB
Ilustrasi maaf. Meneladani Akhlak Nabi: Pemaaf dan  Tidak Memonopoli dalam Pembicaraan, Ini Maksudnya
Ilustrasi maaf. Meneladani Akhlak Nabi: Pemaaf dan Tidak Memonopoli dalam Pembicaraan, Ini Maksudnya /Pixabay/Kalhh

JURNAL SOREANG- MUTIARA HIKMAH ini semoga bisa menjadi perenungan diri  atau muhasabah sebagai upaya berkaca terhadap amalan dan  memperbaikinya pada hari ini dan selanjutnya.

Menjadi seorang pemaaf  adalah bukti bahwa orang tersebut berhati lembut , lapang dada,  sabar , dermawan , dan mulia.

Dengan begitu , sifat pemaaf tersebut dapat menjadikan seseorang  sebagai manusia mulia di hadapan Allah dan di hadapan manusia lainnya.

Baca Juga: Meneladani Akhlak Nabi: Pemaaf dan Tidak Memonopoli dalam Pembicaraan, Ini Maksudnya

Meski sebagian  orang menganggap bahwa  memaafkan itu tanda tidak berani dan tidak berdaya. Sebaliknya sikap membusungkan dada, berteriak keras , mata melotot, marah-marah , dan membalas keburukan orang dengan tindakan lebih galak dianggap sebagai sifat orang yang pemberani dan kuat.

Padahal sejatinya memaafkan  akan mengangkat derajat pemiliknya dan menjadikannya sifat mulia.

Hal itu sesuai dengan pesan Rasulullah SAW, " Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ ( rendah hati  ) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya ." (  HR. Muslim ).

Baca Juga: Masyarakat Sunda Minta Arteria Dahlan Memohon Maaf, Kang Emil: Orang Sunda Itu Pemaaf

Pesan  hadits di atas adalah  bahwa siapa saja yang memaafkan,  maka Allah menambahkkan kemuliaan kepadanya dengan maafnya tersebut.

Tidaklah pantas anggapan bahwa memaafkan itu menghancurkan kehormatan dan merendahkan martabat manusia.

Halaman:

Editor: Sarnapi

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x