Lalu bagaimana kalau di luar rumah tangga? Bolehkah wanita jadi rektor, gubernur, bahkan kepala negara? Secara tegas ayat ini tidak melarangnya.
Fakta historis yang menunjukkan bahwa wanita boleh jadi pemimpin di luar rumah tangga. Sejarah membuktikan bahwa Siti Aisyah (istri Rasulullah saw) pernah memimpin Perang Shiffin pada tahun 656 M.
Bukan hanya Siti Aisyah, beberapa perempuan lain seperti yang diceritakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu Ummu Sulaim, pernah membawa sebuah parang pada Perang Hunain, dengan tujuan untuk ikut dalam peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah saw.
Aktivitas yang dilakukan oleh perempuan pada masa Nabi cukup beranek ragam, sampai-sampai mereka langsung terjun mengikuti peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah saw.
Seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila al-Ghaffariyyah, Ummu Sinan al Aslamiyyah, yang dijelaskan dalam beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Perempuan boleh menjadi pemimpin selama hal itu tidak melanggar aturan yang telah digariskan oleh Al Quran.
Perak itu juga tidak melanggar fitrah yang dimiliki perempuan, serta tidak mengabaikan tugas pokok seorang istri terhadap suaminya dan seorang ibu terhadap anak anaknya.
Dalam hal ini tentu harus ada kerja sama antara perempuan dengan laki-laki, seperti yang dijelaskan dalam Al Quran surat At-Taubah (9) ayat 71.