Tradisi dan Budaya Suku Bali, Ada Tradisi yang Bertujuan Untuk Memanggil Hujan

13 November 2021, 20:43 WIB
Tradisi dan Budaya Suku Bali, Ada Tradisi yang Bertujuan Untuk Memanggil Hujan /

JURNAL SOREANG - Sejumlah tradisi dan budaya unik yang disuguhkan Suku Bali bisa menjadi sebuah atraksi dan sebagai suguhan bagi wisatawan yang liburan ke pulau Bali.

Budaya dan tradisi unik di Suku Bali tersebut masih bisa berkembang dan dilestarikan sampai sekarang ini sangat berkaitan dengan keyakinan masyarakat akan ritual atau prosesi yang terbungkus dalam sebuah tradisi.

Dikutip Jurnal Soreang dari berbagai sumber, berikut adalah tradisi dan budaya Suku Bali.

Baca Juga: Tradisi dan Budaya Suku Bali yang Masih Dilestarikan Hingga Saat Ini, Salah Satunya Tradisi Mekare Kare

1. Tradisi Mesbes Bangke

Tradisi Mesbes Bangke atau mencabik-cabik mayat memang terlihat mengerikan dan menyeramkan, Yang mana jasad atau mayat seseorang yang akan dikremasi (ngaben), akan dicabik-cabik oleh warga Banjar Buruan sebelum menuju tempat pembakaran mayat,

Tradisi hanya ini berlaku untuk mereka yang ngaben sendiri (pribadi) tidak berlaku untuk ngaben massal.

2. Mekare-Kare

Mekare-kare ini dikenal juga dengan perang pandan, tradisi unik di pulau Bali hanya dilakukan di desa tradisional Tenganan, Karangasem yang dikenal juga sebagai desa Bali Aga.

Perang dilakukan berhadap-hadapan satu lawan satu dengan masing-masing memegang segepok pandan berduri sebagai senjata. Desa Tenganan juga merupakan salah satu desa Bali Aga.

Baca Juga: Mengenal Suku Bali Aga, Masyarakat Pertama yang Mendiami Pulau Dewata

Ritual atau prosesi tersebut bertujuan untuk menghormati Dewa Perang atau Dewa Indra yang merupakan dewa Tertinggi bagi umat Hindu di Tenganan.

3. Mekotek

Tradisi Mekotek di Munggu, prosesi atau ritual Mekotek ini hanya bisa ditemukan di desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung.

Prosesi ini digelar dengan tujuan tolak Bala untuk melindungi dari serangan penyakit dan juga memohon keselamatan.

Pada mulanya tradisi Mekotek, menggunakan tongkat besi, untuk menghindari agar peserta tidak ada yang terluka, maka digunakanlah kayu Pulet sepanjang 2-3.5 meter yang kulitnya sudah dikupas sehingga terlihat halus.

Baca Juga: Budaya Unik Suku Bali, Salah Satunya Pawai Ogoh Ogoh, Ini Maksudnya

4. Omed-Omedan

Digelar setahun sekali, bertepatan saat hari Ngembak Geni atau sehari setelah hari Raya Nyepi, tradisi unik dimulai sekitar pukul 14.00 selama 2 jam.

Prosesi ini hanya diikuti oleh muda-mudi atau yang belum menikah dengan umur minimal 13 tahun, omed-omedan berarti tarik menarik antar pemuda dan pemudi warga banjar dan terkadang dibarengi dengan adegan ciuman di antara keduanya.

Tradisi ini digelar sebagai wujud kegembiraan setelah pelaksanaan Hari Raya Nyepi.

Baca Juga: Makanan Khas Suku Dayak, No 2 Berbahan Dasar Kalong atau Kelalawar, Berani Coba?

5. Pemakaman Desa Trunyan

Jika ada orang meninggal di desa Trunyan, maka tubuh atau jasad orang tersebut hanya diletakkan di bawah pohon Menyan, jasad tersebut diletakkan di atas tanah tanpa dikubur, hanya dipagari oleh bambu (ancak saji) agar tidak dicari oleh binatang atau hewan liar.

Anehnya tidak sedikit pun dari jasad tersebut berbau busuk, sampai akhirnya tinggal tersisa tulang belulang saja, dan tulang belulang itu nantinya diletakkan pada sebuah tempat di kawasan tersebut.

6. Gebug Ende Seraya

Atraksi ini dikenal juga dengan perang rotan, yang mana dua orang laki-laki berhadap-hadapan dan saling serang dengan sebatang rotan sepanjang 1.5-2 meter.

Baca Juga: Tradisi Unik Suku Dayak, Nomor 3 Khas Suku yang Tinggal di Kalimantan Ini

Kemudian tangan satunya memegang tameng untuk menangkis serangan lawan, diantara keduanya dibatasi dengan batang rotan (garis tengah) agar tidak masuk ke wilayah lawan.

Tujuan utama dari prosesi Gebug Ende ini adalah ritual tradisional untuk memohon hujan, dan ini dilakukan pada musim kemarau.***

Editor: Sarnapi

Sumber: berbagai sumber

Tags

Terkini

Terpopuler