“Kita perlu membayangkan kembali pendidikan dan pengasuhan anak usia dini sebagai barang publik, upaya kolektif dan sebuah hak kewarganegaraan. Kita harus mendeklarasikan citra baru dan bentuk tata kelola baru yang mewujudkan nilai-nilai kerjasama, solidaritas, kepercayaan, dan demokrasi,” ucapnya.
Ia juga menegaskan untuk menemukan “bahasa baru” kala berpikir dan berbicara tentang anak usia dini dan menggunakan kosa kata baru.
“Kita seharusnya tidak membuang ekonomi, tapi menempatkannya pada tempatnya. Sebagai pelayan bukan tuan. Yang terpenting, merebut kembali pentingnya budaya, sosial, dan politik dalam konsep pendidikan,” katanya menegaskan.***