Selain Prof. Setiawan Sabana, dalam webinar yang diselenggarakan FSRD Universitas Kristen Maranatha dan dimoderatori Prof. Dr. Endang Caturwati, M.Sn, tampil pula pembicara lainnya Prof. Dr. Dharsono, M.Sn, Guru Besar Estetika Seni STSI Surakarta.
Menurut Eyang Dharsono, ada Perjumpaan dua Estetika dalam revolusi Industri Digital sekarang ini. Dulu 50 tahun yang lalu ada estetika empaty yang pernah ditolak oleh kaum akademik dan kini muncul kembali.
"Pada abad milenial sebagai era revolusi digital, estetika non formal menjadi pilihan mereka menggeser estetika formal, sehingga membuat baliho tidak perlu membuat tiang pancang di jalan protokol atau sebuah jalan. Mereka bisa menggunakan digital, ada potret untuk tawarkan produk tertentu, ditambah poto perempuan yang tinggi cantik, tidak semahal baliho biasa yang ada di jalan-jalan utama. Itu pilihan mereka dalam menawarkan sebuah dagangannya," katanya.
Baca Juga: BPPMPV Seni dan Budaya Dorong Pengenalan Vokasi ke Tengah Masyarakat
Sementara Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Maranartha, Irena Vanessa Gunawan, S.T., M.Com, dalam sambutannya mengajak untuk terus bersyukur.
“Karena saya lihat Tuhan itu sangat mencintai kita- manusia-manusia Indoneisa. Jadi kita itu bukan hanya dianugerahi tanah air yang luar biasa suburnya tapi juga modal kita merupakan kekayaan dari 600 lebih suku dengan budayanya yang begitu beragamnya," katanya.***