"Proyek yang menelan anggaran negara hampir Rp70 miliar ini jelas sangat berdampak buruk terhadap bentang alam Loh Buaya," katanya.
Menurut data yang diperoleh, dengan anggaran negara tersebut pemerintah sedang melakukan pembangunan jalan gertak elevated (3.055 meter persegi), penginapan petugas ranger dan peneliti, area pemandu wisata (1.510 M2), dan pusat informasi (3895M2). juga, pos istirahat (318 M2) pos jaga (216 M2), pemasangan pipa (144 meter), pengaman pantai (100 meter) dan dermaga (400 M2).
Pada kesempatan tersebut Slamet juga secara langsung meminta Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Pariwisata Sandiaga Uno dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk menjadikan permintan UNESCO tersebut sebagai momentum bagi perumusan kembali pola pembangunan di kawasan nasional tersebut.
"Selama ini masyarakat lokal di Taman Nasional Komodo telah banyak melakukan aksi penolakan karena menganggap keberadaan infrastruktur pariwisata di sana tidak meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan hanya menguntungkan investor saja," ujarnya.
“Saya minta untuk para menteri tersebut mengevaluasi semua proyek yang akan atau sedang dilaksanakan di wilayah Taman Nasional Komodo," tegas Slamet.
Pembangunan infrastruktur pariwisata secara massif akan menyebabkan perubahan bentang alam yang pasti akan mengganggu keberadaan komodo.
Dampak juga kepada spesies lain yang merupakan mangsa dari komodo yang secara tidak langsung akan mengancam keberadaan spesies komodo itu sendiri.
"Di sisi lain, perubahan bentang alam di Taman Nasional Komodo juga secara langsung akan mengancam keberadaan spesies penting lainnya seperti Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) yang secara ekologi memiliki keteririsan habitat yang hampir sama," katanya.***