“Kandungan SO2 berasal dari emisi industri dan mesin diesel berbahan bakar solar, atau bahan bakar lainnya yang mengandung sulfur. Sedangkan NO2 berasal dari emisi kendaraan bermotor, berbahan bakar bensin,” ujarnya.
Selain SO2 dan NO2, pencemaran di udara diakibatkan oleh berbagai polutan seperti karbon monoksida (CO), serta partikel ozon di permukaan.
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada itu menegaskan, udara yang bersih sesungguhnya telah disediakan sejak zaman dahulu.
“Ketika alam belum terusik. Pada waktu itu, manusia memanfaatkan alam secukupnya dengan kearifan lokal masing-masing,” katanya.
Namun, ia menilai, era industri mulai mengeksploitasi alam secara berlebihan. Banyak hal, selalu dihitung berdasarkan nilai ekonomi.
“Pemandangan alam yang indah, air yang melimpah, dengan udara sejuknya, serta beranekaragam flora dan fauna, masih jauh dari harapan untuk menyumbangkan devisa,” jelas Atus.
Sialnya, ia mengungkapkan, keberadaan alam lalu tidak dianggap. “Sering dikalahkan dan dikorbankan. Lanskap hijau pun dihabisi demi pembangunan yang menghasilkan produk barang dan jasa yang katanya, membuka lapangan pekerjaan, mendatangkan devisa dan lainnya,” ujarnya.