Bongkar Komplotan Mafia Tanah, Polisi Tetapkan 10 Orang Jadi Tersangka, Salah Satunya Perangkat Desa

- 31 Desember 2021, 05:34 WIB
Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Setyo Koes Heriyatno saat menunjukkan barang bukti berupa sertifikat saat ekpose kasus. /PMJ News/
Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Setyo Koes Heriyatno saat menunjukkan barang bukti berupa sertifikat saat ekpose kasus. /PMJ News/ /

JURNAL SOREANG - Satuan reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Pusat (Jakpus), berhasil mengungkap komplotan mafia tanah.

"Dalam pengungkapan kasus ini, aparat kepolisian berhasil menangkap 10 orang tersangka merupakan komplotan mafia tanah yang berlokasi di Serang, Banten," ungkap Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Setyo Koes Heriyatno dalam keterangannya, dikutip dari PMJ News, Rabu 28 Desember 2021.

Setyo menjelaskan, dari 10 orang tersangka yang diamankan pihak kepolisian, salah satunya adalah oknum perangkat desa berinisial MH.

Baca Juga: Mafia Tanah di Jakarta Timur Diringkus, Polisi Sebut Kerugian Korban Capai Rp2,1 Miliar

"Kesepuluh tersangka berinisial MH, RD, ID, SB, SA, JD, HS, SD, AH, dan HW. Para tersangka telah telah melakukan hal ini terhitung sejak tahun 2012 sampai 2015," paparnya.

Tersangka MH kata Setyo, merupakan mantan kepala desa Bendung di Kabupaten Serang. Dalam aksinya, tersangka MH dibantu oleh staf-stafnya berikut dengan staf dari BPN.

AKBP Setyo menyebut, modus yang dilakukan tersangka yaitu dengan menggunakan modus penipuan berikut menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik.

Baca Juga: Hasil Pemeriksaan, Polisi Pastikan Pembeli Tanah Keluarga Nirina Zubir Bukan Komplotan Mafia

Tersangka MH kata Setyo, memalsukan akta otentik tersebut sendiri dengan dibantu oleh beberapa stafnya di pemerintahan desa.

Selain itu sambung Setyo, tersangka MH melakukan hal ini pada tahun 2014 saat pelapor membeli tanah di Desa Bendung dengan luas sekitar 20 hektar. 

“Mereka melakukan tindak pidana ini pada tahun 2014. Jadi kalau kita lihat rentang waktu yang dilakukan tindak pidana ini cukup lama, semasa yang bersangkutan menjabat kades yaitu dari tahun 1998 sampai dengan 2017. Jadi cukup lama, selama 19 tahun,” terangnya.

Baca Juga: Dugaan TPPU Pada Aset Mafia Tanah Nirina Zubir, Polisi Usut dan Dalami Aliran Dana Para Tersangka

Lebih jauh Setyo menjelaskan, modus operandi yang dilakukan oleh para tersangka yaitu secara bersama-sama membuat 36 akta jual beli yang telah dilakukan pengukuran oleh petugas BPN dengan luas 11.000 meter persegi. 

Kemudian tambah Setyo, terbit tujuh sertifikat hak milik atas nama pelapor, namun  setelah dilakukan pengecekan, ternyata tanah tersebut milik warga desa. 

“Hal ini menjadi masalah dikarenakan ketika pelapor diberikan tujuh sertifikat tersebut, ketika akan melakukan pengecekan terhadap lokasi dari ketujuh sertifikat ternyata tanah yang tercatat dalam sertifikat tersebut milik warga desa,” bebernya.

Korban papar Setyo, mendapat kerugian yaitu uang senilai Rp.670 juta, dihitung dari nilai NJOP tanah lokasi di desa tersebut. 

Baca Juga: 125 PNS Terlibat Kasus Mafia Tanah, Wamen ATR Minta Tanah Dipakai dan Dirawat Secara Nyata

Barang bukti yang telah disita tambah Setyo, berupa 36 akta jual beli, 7 SHM, 1 buku DHKP Desa Bendung, 1 buku peta bidang Desa Bendung, 1 buah stempel Desa Bendung, 1 unit mesin ketik merek olimpik 800 warna putih, dua lembar bukti transfer, 6 lembar bukti tanda terima uang, 1 lembar surat perjanjian, dan 7 warkah shm yang disita dari BPN.

"Kasus ini dipersangkakan dalam Pasal 266 KUHP, 264 KUHP, 263 KUHP juncto Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 8 tahun penjara," pungkas AKBP Setyo Koes Heriyatno. ***

Editor: Sarnapi

Sumber: PMJ News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x