Padahal, seluruh aset TPN telah diambil dan dijual oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dimana hasil penjualannya telah diterima oleh negara.
Pernyataan Kamrussamad merupakan tanggapan atas tindakan pemerintah bersama Polri dan Kejaksaan Agung yang menyita aset dari BLBI berupa rumah mewah di Karawaci, Tangerang.
Penyitaan ini ditandai dengan penancapan plang penguasaan fisik dan pengawasan aset secara resmi oleh pejabat yang hadir. Plang tersebut bertuliskan dilarang memperjualbelikan memanfaatkan aset tersebut.
Baca Juga: Banggar DPR RI Sebut Target dan Realisasi Ekonomi Indonesia Seperti Jauh Panggang dari Api
Nyatanya, menurut data dan informasi yang diterima Kamrussamad, lokasi dan tanah yang diberi plang pemasangan penyitaan itu adalah tanah dan lokasi yang sudah diambil alih negara sejak 2001-2003, dan sudah dalam kewenangan pemerintah melalui BPPN saat itu.
"Ini demi memberikan clear opini publik, sehingga kita berharap Satgas BLBI ini ke depannya bisa lebih efektif dan kontributif terhadap penerimaan negara," imbuh Kamrussamad.
Diketahui, saat terjadi krisis keuangan 1997/1998, Bank Indonesia menggelontorkan bantuan kredit bernama Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk membantu perbankan Indonesia yang mengalami krisis saat itu.
BLBI diberikan kepada pemilik bank saat itu agar terjaga likuiditas demi menghindari kolapsnya perbankan Indonesia. Tercatat, pada 1998, total ada 22 obligor yang mendapatkan dana BLBI sebesar Rp110 triliun.
Baca Juga: Dugaan Pelecehan Pegawai KPI, Komisi 1 DPR RI Minta Kasus ini Dibawa ke Kepolisian
Namun, dana bantuan yang awalnya ditujukan untuk menjaga likuiditas, justru terindikasi banyak diselewengkan oleh para obligor. Sejumlah obligor pun tercatat belum melunasi utangnya tersebut kepada pemerintah.