Pemerintah Harus Kedepankan Kebijakan Berperspektif Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial, Terutama di Lembaga

- 14 Agustus 2021, 13:01 WIB
Guru Besar Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia Prof Dr Elly Malihah, MSi pada Sabtu 14 Agustus 2021 Soal.pembangunan berperspektif kesetaraan gender
Guru Besar Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia Prof Dr Elly Malihah, MSi pada Sabtu 14 Agustus 2021 Soal.pembangunan berperspektif kesetaraan gender /Istimewa/

JURNAL SOREANG- Dalam setiap penetapan kebijakan dan regulasi,  pemerintah harus dapat menerapkan kebijakan yang berbasis GESI (Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial).

Hal ini dilakukan untuk terus menghadirkan keseteraan gender terhadap kaum perempuan dan kelompok marginal lainnya. Hal yang sama dalam lingkungan pendidikan dengan mengedepankan pembelajaran berbasis kesetaraan gender dan inklusi sosial.

“GESI  juga dapat melibatkan minoritas di dalam penelitian, dunia akademis, dan lingkungan masyarakat. Apalagi di masa krisis akibat pandemic yang kemudian semakin memperburuk indeks kesetaraan gender dan inklusi sosial kita,” Demikian disampaikan Guru Besar Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia Prof Dr Elly Malihah, MSi pada Sabtu 14 Agustus 2021.

Baca Juga: Deklarasi Rembang Saat Hari Kartini 2021, Wujud Keadilan Gender dan Perlindungan Anak

Ia menjadi salah seorang narasumber pada webinar bertajuk “Pendidikan untuk Kaum Marginal” yang digelar Pusat Kajian dan Pengembangan Peranan Wanita, Gender, dan Perlindungan Anak Universitas Pendidikan Indonesia (PKP2WGPA) LPPM Universitas Pendidikan Indonesia bekerjasama dengan Prodi PAUD Sekolah Pascasarjana UPI.

Webinar ini juga menjadi bagian dari kajian penelitian lintas ilmu pengembangan model pendidikan untuk kelompok marginal yang didanai Sekolah Pascasarjana UPI.

Hadir narasumber lainnya Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati, MA. Kegiatan dibuka Ketua LPPM UPI Prof Dr Dadang Sunendar, MHum bersama Kepala PKP2WGPA Dr Vina Adriany, MEd, PhD.

Baca Juga: Viral Perempuan Mengaku Hampir Mati Akibat Obat Oseltamivir, Said Didu: Semoga Ada Penjelasan Dokter

Dalam pandangan Elly Malihah, pandemi yang berlangsung sejak dua tahun lalu memiliki korelasi kuat dengan isu menyangkut kesetaraan gender dan inklusi sosial.

“GESI menjadi isu penting ketika pandemi berlangsung sejak tahun lalu. Berbagai riset dan laporan menunjukkan meningkatnya berbagai tantangan kaum perempuan. Khususnya  para ibu yang harus membagi waktu antara pekerjaan dengan urusan keluarga, kekerasan seksual dalam rumah tangga, dan lain-lain,” ungkap Elly Malihah.

Ia menegaskan bahwa pendidikan menjadi kunci bagi siapapun untuk berdaya dan memiliki posisi tawar dalam relasi apapun.

Baca Juga: Berbeda denga Kebanyakan Orang, Perempuan Asal Surabaya Berani Hidup Nomaden di Lautan hanya untuk Hal Ini

“Dalam konteks ini, penting untuk juga merancang proses pembelajaran berbasis kesetaraan gender dan inklusi sosial (GESI). Terlebih lagi, perguruan tinggi memegang peranan strategis melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat untuk mewujudkan kesetaraan gender dan inklusi sosial,” kata Elly Malihah.

Ia menjelaskan GESI dapat menjadi bagian integral dalam upaya  menanamkan nilai-nilai pada mahasiswa peserta pembelajaran. Perspektif GESI perlu diintegrasikan di dalam pembelajaran karena pada semua mata kuliah potensial disisipi GESI.

“Produk pembelajaran yang berperspektif gender mengimperatifkan pesan kesamaan akses, partisipasi, kontrol atau keberanian mengambil keputusan, dan memberi manfaat yang sama antara mahasiswa laki-laki dan perempuan," katanya.

Baca Juga: Pamer Foto Bersama Anak Perempuan, Isyaratkan Pernikahan Siri Nissa Sabyan dan Ayus Benar Terjadi?

 “Kesadaran mahasiswa terhadap perspektif GESI merupakan pembiasaan untuk menghapus berbagai hal yang cenderung bias gender. Inilah isu kuncinya,” timpalnya.

Sementara itu, Rita Pranawati mengatakan, masyarakat harus membangun solidaritas sosial tetangga untuk melindungi anak. Rumah memang menjadi benteng terakhir menyelamatkan anak tetapi saat ini semua pihak harus bergandeng tangan melindungi anak.

“Apalagi di masa krisis akibat pandemi ini. Kondisi fisik, psikologis, dan ekonomi orang tua berefek domino kepada anak. Bagaimana pun, Covid-19 berdampak bagi setiap orang tua dan akhirnya anak terdampak. Perlindungan anak di masa pandemi sangat bertumpu pada keluarga. Inilah yang menjadi persoalan,” ungkapnya.

Baca Juga: Jangan Sepelekan Peran Perempuan, Dharma Wanita Berperan Aktif Mendukung Merdeka Belajar

Ia menegaskan jika anak-anak dari kelompok kelurga mapan saja mengalami persoalan dalam masa pandemi ini, apalagi bila kemudian menelaah anak-anak dari kalangan marginal.

“Isunya akan semakin problematik dan membutuhkan atensi dan tindakan nyata dari semua pihak,” kata Rita menegaskan.

Problem yang dihadapi anak dari kelompok keluarga marginal terkait Pendidikan, kata dia, antara lain akses yang tidak setara karena soal identitas.

Baca Juga: 19 Napi Perempuan di Denpasar Bali, Oplos Cairan Disinfektan dengan Nutrisari, 1 Tewas dan 18 Sekarat

“Kemudian stigma, penerimaan keluarga yang minim, ketidaksiapan infrastruktur, ketidaksiapan SDM, ketidaksioapan program karena seringkali baru sebatas jargon, kebijakan yang tidak mendukung serta PAUD yang sering tidak menjadi prioritas,” ujarnya.

Dalam pandangan KPAI, ia mengungkapkan, anak dari kelompok marginal adalah anak disabilitas, anak dengan HIV, anak di LPKA, anak korban, anak dari suku/adat, anak di daerah 3T, anak di daerah bencana, anak dari kelompok miskin, anak kelompok agama yang dianggap sesat, serta anak korban radikalisme.

“Mereka sangat rentan dari berbagai perundungan dan masalah beragam, mulai dari stigma publik, perhatian yang minim, serta ketidakedulian bahkan dari pihak pengambil kebijakan,” ucapnya menegaskan.

Baca Juga: Kritik Nagita Slavina Sebagai Duta PON XX Papua, Arie Kriting: Seharusnya Sosok Perempuan Papua!

Ia mengungkapkan di masa pandemi, anak-anak dari kelompok marginal jauh lebih mengalami persoalan baik secara fisik, psikis, sosial, dan kognitif.

Semua harus dikembalikan kepada upaya semua pihak mendukung terbentuknya lingkungan keluarga yang dapat mendukung anak.

“Rumah harus menjadi menjadi persemaian luhur mewujudkan keadilan sosial, yaitu dengan saling menyapa antarrumah. Menanyakan kabar antartetangga, memberi makan, dan mengulurkan bantuan jika mereka membutuhkan. Termasuk menjaga anak di sekitarnya,” katanya.***

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah