Pemerintah, menurut Netty, tidak bisa berdalih bahwa vaksinasi berbayar menjadi opsi bagi rakyat yang tidak bersedia antri dalam pelaksanaan vaksinasi.
"Akses gratis vaksin Covid-19 bukan persoalan warga kaya ataupun miskin, bukan pula soal mau antri atau tidak. Ini soal tanggung jawab negara melindungi rakyatnya. Jangan sampai publik berpikir hanya orang kaya yang mampu membeli vaksin yang dapat melindungi diri dari bahaya pandemi," tegasnya.
Baca Juga: Vaksin diberikan jadi Imun, Sembako Diberikan jadi Aman
Alih-alih menjual vaksin kepada rakyat, Netty meminta pemerintah mengakselerasi program vaksinasi agar segera mencapai target yang sudah digadang-gadang sejak jauh-jauh hari.
"Apakah target vaksinasi gratis 2 juta dosis per hari sudah tercapai? Apakah target vaksinasi gotong royong untuk pekerja dan keluarganya yang dibiayai perusahaan sudah sesuai tujuan? Apakah laporan terkait KIPI sudah dievaluasi dan ditindaklanjuti? Pemerintah harus pastikan semua hal tersebut berjalan lancar dulu, jangan menambah PR baru," ucapnya.
Selain itu, Netty juga mempertanyakan kejelasan bantuan 500 ribu dosis vaksin Sinopharm dari UEA. Ia meminta transparansi dan tanggung jawab pemerintah, jangan sampai ada penyelewengan dan penyalahgunaan bantuan vaksin.
Baca Juga: Sudah Vaksinasi, Mau Unduh Sertifikat Vaksin? Begini Caranya
"Kemana rencana distribusi bantuan Sinopharm dari UEA ini? Terlebih Sinopharm termasuk jenis vaksin dalam skema gotong royong," tambahnya.
Atas polemik ini, Netty meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan vaksinasi berbayar untuk individu agar tidak menimbulkan kegaduhan publik.
"Sektor ekonomi sedang terganggu. Banyak rakyat yang tengah menderita dan terjepit, fungsi layanan kesehatan pun tengah kolaps. Jangan menambah beban rakyat dengan isu vaksin berbayar dan isu kewajiban menyertakan sertifikat vaksinasi sebagai syarat pengurusan administrasi publik dan mengakses bantuan sosial atau pelayanan sosial," pungkas Netty.