JURNAL SOREANG - Pakar hukum tata negara dan pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti mengungkapkan dampak buruk jika masa jabatan presiden ditambah menjadi 3 periode.
Isu penambahan masa jabatan presiden 3 periode ramai dibicarakan sejak beberapa pekan lalu, usai MPR berencana melakukan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Pihak MPR sendiri telah menyangkal dan memastikan jika rencana amandemen UUD 1945 hanya sebatas rencana penerapan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Baca Juga: Hunting System Digencarkan, Polresta Depok Sasar Motor Berknalpot Bising
Di sisi lain, Presiden Jokowi pun telah menyatakan tak berniat untuk menambah masa jabatannya menjadi 3 periode.
Terkait rencana amandemen UUD 1945, Bivitri Suasanti mengatakan harus ada pengawasan karena tidak menutup kemungkinan besok penambahan masa jabatan presiden akan ikut dibahas.
Kecurigaan tersebut muncul karena tidak ada yang bisa menjamin penambahan masa jabatan presiden tidak akan dibahas dalam rencana amandemen UUD 1945.
"Karena PPHN itu tidak ada manfaatnya sama sekali selain nostalgia zaman dahulu," kata Bivitri Susanti dalam wawancara melalui sambungan telepon pada 19 Maret 2021.