Karena belum ada gawai atau gadget sehingga Rini memilih permainan anak-anak kampung (kaulinan lembur). "Ngabuburit dengan bermain congklak, beklen atau ma in sondah. Permainan itu sangat ramai dan membuat kedekatan dengan anak-anak lain," ujar lulusan doktoral UPI Bandung ini.
Baca Juga: Pengalaman Puasa Prof. Dr. Hj. Ulfiah: Dari Krupuk Melarat Sampai Ikut Keliling Kampung Saat Sahur
Baca Juga: Pengalaman Ramadhan Rektor Unfari: Didoping Makan Siang Lalu Puasa Lagi Sampai Buka
Selain itu, permainan tradisional juga membuat sehat karena lebih banyak bergerak. "Berbeda dengan anak-anak sekarang yang main gadget yang hanya diam dan sendirian. Kadang malah tertawa sendiri," ucapnya.
Rini yang bersuamikan orang Kuningan ini juga ikut pesantren Ramadhan agar bisa belajar lebih agama dan ketemu dengan teman teman yang lebih agamis. "Sama orang tua kalau mau buka puasa ngabuburit duku dengan ngumpulin makanan buat buka," kata perempuan yang waktu SMA dilatih menjadi penguasa jual beli mobil bekas.
Setelah puas bermain dan sudah terdengar azan magrib lalu Rini pulang ke rumah. "Tetap saja saya mah ikut buka puasa dengan orang tua meski sudah batal. Sebab nikmat bisa makan bersama dengan orang tua dan kakak," ujarnya.
Baca Juga: Roni Syahroni Jadi Nakhoda Baru Pergunu Kabupaten Kuningan, Tantangan Kesejahteraan Guru yang Rendah
Menginjak remaja, yang lahir dan besat di keluarga pengusaha sehingga saat SMA sudah diserahi memegang show room penjualan mobil di bilangan Jln. Lingkar Selatan. "Waktu SMA saya sudah pegang uang hasil dari jual beli mobil. Tentu saja ngabuburit puasa juga lebih banyak di showroom untuk menonton televisi sembari menunggu konsumen," katanya.
Namun, hidup Rini berubah drastis ketika lulus SMA lalu mendaftar menjadi pramugari sebuah maskapai penerbangan yang kini sudah gulung tikar.