Pengalaman Puasa Prof. Dr. Hj. Ulfiah: Dari Krupuk Melarat Sampai Ikut Keliling Kampung Saat Sahur

- 15 April 2021, 12:47 WIB
Wakil Rektor UIN Sunan Gunung Djati, Prof. Dr. HK. Ulfiah yang rindu kuliner Cirebon saat puasa Ramadhan.
Wakil Rektor UIN Sunan Gunung Djati, Prof. Dr. HK. Ulfiah yang rindu kuliner Cirebon saat puasa Ramadhan. /Istimewa/

JURNAL SOREANG- Lahir dan besar di lingkungan pesantren daerah Palimanan, Kabupaten Cirebon, membuat Ulfiah (54) sudah dibiasakan berpuasa sejak kecil. Meski latihan puasa yang dilakukan perempuan yang kini Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama UIN Sunan Gunung Djati ini juga membuat dirinya tersenyum bila mengingatnya kembali.

"Saya lupa waktu pastinya meski saat ini masih muda hehe. Tapi sekitar tahun 1979  ketika saya kelas lima SD  mulai dibiasakan puasa. Waktu itu belum masuk akil baligh sehingga belum wajib berpuasa," kata Mba Ul, panggilan akrabnya. 

Dihubungi Selasa, 13 April 2021, Ulfiah menceritakan orang tuanya mengajarkan berpuasa dari saat imsak. "Orang tua berkata dalam Bahasa Cirebon, Ul kiki puasa ya sampai jam pira bae (Ul besok puasa ya sampai berapa saja semampunya, red)," ujarnya.

Ulfiah masih ingat saat itu hanya mampu berpuasa sampai Salat Zuhur lalu diperbolehkan makan. "Setelah buka di siang hari lalu diminta puasa lagi sampai magrib.  Mengapa demikian? Karena dikampung saya yang lingkungan pondok  banyak santri mengaji dan berlalu lalang  ke sana  kemari. Malu saya sebagai anak kiai bila tak berpuasa," ujar istri Jamaluddin, kepala bidang di Kanwil Kemenag Jabar.

Apalagi di lingkungan pesantren tidak ada warung yang buka di siang hari. "Anak-anak dan para santri juga diwajibkan berpuasa meski anak-anak semampunya. Sampai sekarang saya selalu kangen dengan suasana pesantren yang selalu dihiasi dengan suara mengaji Alquran," ucapnya.

Baca Juga: Latih Anak Jalankan Puasa Ramadhan Sejak Dini, Berikut Cara yang Bisa Dilakukan

Baca Juga: Bolehkah Pacaran di Bulan Suci Ramadhan? Berikut Penjelasannya

Kegiatan lain yang disenangi Ulfiah adalah mengumpulkan  makanan untuk dimakan saat malam hari Ramadhan. "Ada makanan khas kampung saya dan di Bandung  tidak ada yakni krupuk Wedi sebab digoreng dengan pasir dan gepit sambel. Sampai saat kini pun menjadi makanan  favorit  jika pulang ke Cirebon," ujarnya.

Soal kerupuk Wedi ini atau sering juga disebut kerupuk melarat, kata Ulgfiah, membayangkan saja sudah terasa  nikmat. "Apalagi kalau memakai sambal asem atau sambel kacang," ucap aktivis di Muslimat NU Jabar ini.

Halaman:

Editor: Sarnapi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x