JURNAL SOREANG- Lahir dan besar di lingkungan pesantren daerah Palimanan, Kabupaten Cirebon, membuat Ulfiah (54) sudah dibiasakan berpuasa sejak kecil. Meski latihan puasa yang dilakukan perempuan yang kini Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama UIN Sunan Gunung Djati ini juga membuat dirinya tersenyum bila mengingatnya kembali.
"Saya lupa waktu pastinya meski saat ini masih muda hehe. Tapi sekitar tahun 1979 ketika saya kelas lima SD mulai dibiasakan puasa. Waktu itu belum masuk akil baligh sehingga belum wajib berpuasa," kata Mba Ul, panggilan akrabnya.
Dihubungi Selasa, 13 April 2021, Ulfiah menceritakan orang tuanya mengajarkan berpuasa dari saat imsak. "Orang tua berkata dalam Bahasa Cirebon, Ul kiki puasa ya sampai jam pira bae (Ul besok puasa ya sampai berapa saja semampunya, red)," ujarnya.
Ulfiah masih ingat saat itu hanya mampu berpuasa sampai Salat Zuhur lalu diperbolehkan makan. "Setelah buka di siang hari lalu diminta puasa lagi sampai magrib. Mengapa demikian? Karena dikampung saya yang lingkungan pondok banyak santri mengaji dan berlalu lalang ke sana kemari. Malu saya sebagai anak kiai bila tak berpuasa," ujar istri Jamaluddin, kepala bidang di Kanwil Kemenag Jabar.
Apalagi di lingkungan pesantren tidak ada warung yang buka di siang hari. "Anak-anak dan para santri juga diwajibkan berpuasa meski anak-anak semampunya. Sampai sekarang saya selalu kangen dengan suasana pesantren yang selalu dihiasi dengan suara mengaji Alquran," ucapnya.
Baca Juga: Latih Anak Jalankan Puasa Ramadhan Sejak Dini, Berikut Cara yang Bisa Dilakukan
Baca Juga: Bolehkah Pacaran di Bulan Suci Ramadhan? Berikut Penjelasannya
Kegiatan lain yang disenangi Ulfiah adalah mengumpulkan makanan untuk dimakan saat malam hari Ramadhan. "Ada makanan khas kampung saya dan di Bandung tidak ada yakni krupuk Wedi sebab digoreng dengan pasir dan gepit sambel. Sampai saat kini pun menjadi makanan favorit jika pulang ke Cirebon," ujarnya.
Soal kerupuk Wedi ini atau sering juga disebut kerupuk melarat, kata Ulgfiah, membayangkan saja sudah terasa nikmat. "Apalagi kalau memakai sambal asem atau sambel kacang," ucap aktivis di Muslimat NU Jabar ini.