Waspada! Pelecehan Seksual pada Anak Marak yang Bukan Cuma Perkosaan dan Sodomi, Ini 5 Bentuk Kejahatannya

4 September 2022, 07:54 WIB
Ilustrasi pencabulan anak di bawah umur /Pixabay/ninocare

JURNAL SOREANG- Warga masyarakat terkejut ketika seorang guru agama dan pembina OSIS di SMPN daerah Batang, Jawa Tengah, melakukan pencabulan kepada puluhan siswi.

Ada juga berita mengejutkan saat ustaz juga digiring ke polisi akibat pencabulan kepada para santriwatinya.

Selama ini ada kesan orangtua hanya mengetahui pelecehan seksual berupa pemerkosaan maupun meraba-raba bagian sensitif anak.

Baca Juga: Anak Dibawah Umur di Bogor Mengalami Pencabulan oleh 8 Orang, Pelaku Dijerat 5 Tahun Masa Tahanan

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan semua pihak dalam masyarakat bahwa bentuk kejahatan seksual kepada anak tak hanya selalu berupa pemerkosaan tetapi bisa berupa paksaan ataupun bujukan.

“Jadi bentuk kekerasan seksual kepada anak, tidak selalu berupa pemerkosaan, tidak selalu berbentuk incest dan sodomi,” kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Anak IDAI Eva Devita Harmoniati dikutip dari ANTARA.

Orang tua harus dapat memahami, kejahatan seksual pada anak lainnya juga dapat berupa eksploitasi seksual komersial melalui video atau film pornografi yang melibatkan anak.

Baca Juga: Kasus Dugaan Pencabulan di Pondok Pesantren di Katapang, Forum Pelajar Sadar Hukum dan HAM Angkat Bicara

Pelibatan anak itu dalam visual ataupun audionya serta perbudakan seksual, perdagangan anak hingga pernikahan paksa.

Pada masa pandemi yang menuntut setiap anak bersentuhan dengan media online, Eva mengatakan terdapat lima bentuk ekspoitasi seksual secara daring yang sering menimpa anak-anak yakni:

1. cyber child sexual abuse, kegiatan ini biasanya membuat gambar atau video kekerasan seksual hingga berfokus pada kelamin anak.

Baca Juga: Polisi Dalami Laporan Dugaan Kasus Pencabulan oleh Oknum Pimpinan Ponpes di Katapang Bandung

Bentuknya tiap materi aktivitas seksual yang menggunakan anak dibuat secara digital tanpa adanya bentuk yang nyata.

2.  sexting yakni pembuatan dan pembagian gambar telanjang atau nyaris telanjang yang menggoda secara seksual melalui telepon genggam ataupun jejaring sosial.

Biasanya anak melakukan karena inisiatif sendiri, ancaman dari pelaku atau tekanan teman.

3. Online Grooming for Sexual Purposes di mana pelaku akan menjalin hubungan dengan anak melalui internet sebagai wadah untuk melakukan kontak seksual daring ataupun luring.

Baca Juga: Terima 3 Laporan Berbeda Kasus Dugaan Kasus Pencabulan Santriwati di Depok, Polri: Korban Masih di Bawah Umur

Pada mulanya, pelaku akan memberikan perhatian dan hadiah-hadiah pada anak. Dari sana, mereka akan mulai melakukan kekerasan secara psikologis, melakukan manipulasi, mendidik secara seksual dan membuat anak tidak peka.

“Ini sangat mengkhawatirkan karena ternyata para pedofil atau para pelaku kejahatan seksual daring menyasar justru anak-anak yang belum paham tentang media sosial, belum paham batasan-batasan dalam mengunggah foto sehingga rentan sekali menjadi korban,” ujar dia.

4. sexual extortion, sebuah pemerasan untuk mendapatkan konten seks berupa foto ataupun video, guna memperoleh uang dari korban ataupun terlibat dalam seks dengan korban melalui paksaan secara daring. Dengan 60 persen pelaku bertemu secara daring melalui sosial media.

Baca Juga: Bejat! Ungkap Motif Tukang Siomay Pelaku Pencabulan Anak di Jaksel, Polisi Duga Ada Korban Lain

5. streaming of child sexual abuse. Ini pemaksaan pada anak untuk melakukan atau terlibat aktivitas seksual, baik sendiri atau dengan orang lain.

"Kemudian disiarkan secara langsung melalui internet dan ditonton oleh orang-orang yang telah memesan, bersama dengan jaringan pelaku kejahatan seksual atau pedofil,” kata dia.***

Editor: Sarnapi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler