Teks Ceramah Ramadhan 2021, Membedah Tradisi Petasan Saat Ramadhan

22 April 2021, 11:01 WIB
Kabid Infokom MUI Kabupaten Bandung dan Pengawas SMP Disdikbud Kabupaten Bandung, Aam Munawar /Istimewa/

JURNAL SOREANG- Entah sejak kapan dimulai menyulut petasan di Bulan Ramadhan sehingga seolah-olah sudah menjadi tradisi yang tidak boleh terlewatkan bagi sebagian orang. Bagi mereka Bulan Ramadhan akan terasa hambar bila tidak mendengarkan ledakan suara petasan atau kelap-kelip cahaya dari kembang api.

Dari penelitian yang penulis lakukan terhadap sejumlah responden yang terbiasa dengan tradisi ini, ada empat motif pokok yang melatarbelakangi mereka menyulut petasan. mulai dari alasan perbuatan iseng, sebagai sebuah strategi,  media untuk menyalurkan hobi dan bagian dari sebuah ritual.

Tindakan iseng dimaksudkan bahwa mereka hanya mengisi waktu senggang, tidak memiliki tujuan khusus dan dilakukan hanya sekedarnya tanpa direncanakan atau dianggarkan secara tersendiri dari dompetnya. Umumnya orang-orang yang bermotif ini tidak melakukannya secara rutin dengan jumlah petasan yang ditentukan. Cukup hanya sekedar mengisi waktu, biasanya sambil menunggu berbuka puasa, atau orang Sunda menyebutnya dengan ngabuburit.

Baca Juga: Pengalaman Puasa Kartini DPRD Kota Bandung: Kalau Ingin Makan Siang Berbisik ke Ibu

Petasan disulut hanya untuk senang-senang saja (jus for fun),  dan dibeli dari uang sisa kebutuhan pokok dengan jumlahnya yang sesuai kemampuan, tidak memiliki target tertentu. Biasanya menyulut petasan secara bergerombolan atau bahkan patungan. Tidak jarang sambil atraksi atau lomba, siapa yang paling atraktif atau yang paling keras suaranya.

Banyak cara menyulut petasan yang mereka lakukan, mulai yang secara konvensional sampai kepada teknik yang “nyeleneh”. Petasan dimasukkan ke dalam tabung kaleng kosong, supaya menimbulkan daya kejut yang lebih, atau dimasukkan ke lubang dari tanah, sehingga letusannya menyerupai gunung berapi.

Gelak-tawa senantiasa menyertai “ritual” sulutan petasan mereka, dan memang itulah yang dicari. Yakni, epuasan atas dasar seni atau keunikan perilaku tertentu. Jika ada yang lebih menarik dari mereka, tidak ada hadiah atau apresiasi khusus, hanya acungan jempol atau tepukan tangan kekaguman.

Baca Juga: Ramadhan Jadi Waktu Terbaik untuk Giatkan Literasi, Disarpus Kabupaten Bandung Gelar Berbagai Lomba

Ada pula yang menyulut petasan itu sebagai strategi untuk menarik perhatian di  arena bermain supaya tercipta kemeriahan. Bagi mereka di kelompok ke-2 ini, petasan dianggap sebagai media yang tepat untuk menciptakan suasana baru yang penuh keceriaan.

Suara yang menggelegar dan kadang membuat orang kaget, disertai percikan api yang membentuk formasi di angkasa, dianggap mampu menarik perhatian siapa pun yang ada di sekitarnya disertai rasa puas dari yang menyulutnya.

Perhatian yang dimaksud berupa lirikan pendangan orang ke arah kumpulan atau sumber suara yang mendentum, baik yang bernada positif maupun yang negatif. Tidak sedikit yang ikut terhibur dengan atraksi yang menarik perhatian ini yang diekspresikan dengan decak kagum atau tertawa kegirangan, namun banyak pula yang merasa terganggu karena kaget yang diekspresikan dengan lontaran kata hardikan atau sumpah serapah. 

Baca Juga: ARTIKEL: Ramadhan dan Kaum Perempuan

Bagi mereka yang merasa tertarik tidak jarang segera ikut bergabung bahkan tidak hanya menikmati melainkan juga ikut serta menyulut. Iring-iringan dalam sebuah karnaval, seperti pada peringatan kemerdekaan RI atau pawai obor dalam memperingati hari besar tertentu, merupakan beberapa contoh penyulutan petasan yang dilatarbelakangi oleh motiv menarik perhatian ini.

Biasanya rombongan atau pihak yang menyulut petasan ini meminta agar kostum atau jempana yang mereka bawa dilirik dan dinilai oleh orang-orang yang tengah menyaksikan karnaval ini berlangsung. Apresiasi dari orang-orang sekitar terhadap kreativitas mereka yang terpancing karena ledakan suara petasan, merupakan tujuan yang mereka harapkan.

Menyulut petasan dapat pula dijadikan sebagai penyalur hobi oleh sebagian kalangan. Petasan merupakan barang yang unik dan merangsang rasa penasaran untuk memenuhi hasrat ingin mencoba. Biasanya bagi yang memiliki hobi ini, mereka menyediakan anggaran khusus dengan perencanaan yang detail. Bahkan jumlah dan tipe petasannya pun banyak, sekalipun harus dibayar dengan ongkos yang mahal.

Baca Juga: Badan Lemas Setelah Berpuasa Seharian? Berikut Tips Sehat Puasa Selama Ramadhan 2021

Bagi kelompok tipe ini, menyulut petasan merupakan sebuah arena hiburan sekaligus penyalur hobi. Mereka begitu menikmati vareasi bentuk dan ukuran masing-masing petasan, yang tidak jarang beberapa di antaranya harus dipesan langsung dari pabrikannya atau dikoleksi karena bernilai sejarah atau keunikan tersendiri. Komunitas pecinta petasan ini memang tidak banyak, mereka bertemu hanya untuk sekedar bertukar pikiran atau informasi mengenai perkembangan petasan.

Motif yang menghiasi kulit pembungkus petasan, bentuk dan vareasi percikan api serta suara yang ditimbulkannya, menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan pehobi barang yang berbahan potasium ini. Biasanya pihak industri/perusahaan ikut terlibat dalam kegiatan mereka. Selain butuh masukan, pihak perusahaan pun mengharapkan semakin berkembangnya pemasaran produk benda yang berdaya ledak ringan ini. Itulah sebabnya formasi percikan api dan variasi suara ledakan setiap saat mengalami perubahan. 

Tiga alasan dia atas, mungkin masih dapat dipahami sebagai sebuah gejala yang umum sifatnya, tapi ada pula di luar motif yang tiga macam ini, yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, yaitu alasan ritual.

Baca Juga: Siapa yang Wajib Bayar Zakat Fitrah Asisten Rumah Tangga dan Anak yang Sudah dewasa, tapi Belum Bekerja?

Pada motif yang ke-4 ini, si pelaku tidak sekedar menyulut begitu saja, melainkan ada kaitan dengan kepercayaan tertentu. Misalnya untuk keselamatan dari pengaruh roh jahat atau terbebasnya dari gangguan sihir.

Biasanya menyulut petasan dengan motif ritual ini dilakukan pada acara tertentu dan melalui ritual khusus. Pelaku dengan motif ini dilatarbelakangi oleh kepercayaan atau tradisi tertentu. Menyulut petasan dianggap dapat menghilangkan pengaruh-pengaruh jahat atau mengundang perhatian dari yang dipertuhan.

Mungkin asal-muasal petasan, yang menurut sejarah bermula dari Bangsa Tiongkok, cukup memengaruhi cara sebagian orang dalam menyulut petasan, mengingat masyarakat Tiongkok dahulu menghubungkan keyakinan terhadap kekuatan-kekuatan gaib itu dengan tradisi menyulut petasan. Perhelatan, seperti nikahan atau mendirikan bangunan, suka diiringi dengan suara petasan agar mereka selalu dalam keberkahan dan keselamatan.***

Penulis: Aam Muamar (Kabid Informasi dan Komunikasi MUI Kabupaten Bandung, Pngawas SMP  Disdikbud Kab. Bandung, dan Penukis Buku)

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler