Keluhan Umar lainnya, dirinya merasa menyesalkan sewaktu berpameran di dalam negeri. Kala itu ia mengundang sang penulis atau kurator dari salah satu Perguruan Tinggi (PT) ternama di dalam negeri.
“Sayangnya, kurator ini tak mau hadir. Karena, selama ini kurator ini katanya diduga kuat, hanya mengulas karya dari PT-nya saja. Katanya pula, kalau mengulas karya saya yang hanya lulusan PT tertentu, namanya akan jatuh. Tetapi saya tak mengapa lah, toh karya saya masih bisa berkibar hingga usia saya 70 tahun lebih di dalam dan luar negeri," katanya.
Masih di belakang layar ‘EKATANYA’, Umar Sumarta yang juga hari itu di Alam Satosa, dihadiri oleh istri dan dua anaknya Asep dan Hayati Umar yang masing-masing lulusan dari Universitas Kristen Maranatha di Bandung.
Baca Juga: Seni Rengkong, Tata Cara Masarakat Sunda Heubeul Ngarasanan Pare
”Hari ini saya seakan kembali bergairah, bertemu rekan-rekan terutama Pak Eka Santosa yang ternyata paham betul, bagaimana mempertahankan seni Sunda Tarawangsa yang saat ini, perlu perhatian khusus untuk pelestariannya. Lalu rencana pendirian museum di Pangandaran, alhamdulillah sudah ada dukungan dari sana-sini. Semua ini, amatlah bermakna bagi saya dan keluarga, biar kita tak jadi jago kendang," katanya.***