Baca Juga: Begini Cara Seniman Senior Berekspresi di Masa Pandemi
Sejak itu jalan Umar semakin lapang untuk menjadi pelukis yang bebas dan merdeka (pelukis sakahayang). “Terpenting, dalam setiap gerak lukisan kita mampu memunculkan karakter, bisa dipertanggungjawabkan lahir-bathin, dan penuh kejujuran.”
Di luar dari konten ‘EKATANYA’ kali ini, ditanya perihal kurator di Indonesia ini, Umar menyatakan, tentu sangat-sangat penting sekali. Hanya sayangnya, kurator kita rata-rata masih terbatas pengetahuannya.
Dia sangat respek terhadap penulis senior Agus Dermawan T, “beliau itu original penulis.”
Diilustrasikan, oleh Umar Sumarta secuil kebebasan atau kemerdekaan pelukis yang dirinya sudah ‘meraba’ ke berbagai museum maestro karya lukis tingkat dunia seperti Pablo Picasso, Leonardo Da Vinci, Salvador Dali, Michelangelo, Vincent Van Gogh, Raden Saleh di museum di Belanda, dan banyak lagi.
Baca Juga: Seniman Gambus juga Tak Bisa Manggung Akibat Pandemi
Dicontohkan oleh dirinya bedasarkan pengalaman pada kunjungan ke Eropa di tahun 2000-an yang kala itu disponsori seseorang tak kurang dari Rp2 Miliar sebagai biaya hidup.
”Tatkala berkunjung ke Museum Louvre di Paris, Prancis. Saya melihat dan berdiskusi dengan dosen dari Jepang yang membawa banyak mahasiswanya, memperbincangkan tentang karya yang ada di museum ini," katanya.
Masih kata Umar Sumarta, sebaiknya bila pengetahuan dan pengalamannya tak begitu banyak dan mendalam sebaiknya tak usahlah jadi kurator.
"Yang dosen Jepang di Paris itu, mungkin negaranya sudah begitu kaya dan maju, ya? Study tour mahasiswanya saja, ke pusat seni dunia,” jelas Umar.
Baca Juga: BPPMPV Seni dan Budaya Dorong Pengenalan Vokasi ke Tengah Masyarakat