Lebih jauh, efek gas air mata juga dapat membuat seseorang merasa seperti "tercekik" dan terus mengalami batuk, di mana kondisi tersebut bisa menciptakan kepanikan.
Dokter konsultan Prancis menyebut, tidak ada yang lebih membuat panik daripada sensasi tercekik itu.
Sebanyak 1.300 ahli medis bahkan pernah menandatangani petisi agar polisi berhenti menggunakan gas air mata atau senjata sejenis.
Hal itu digerakkan dengan alasan dapat meningkatkan risiko virus dan peluang kemungkinan gas tersebut salah sasaran, terutama jika terkena anak-anak yang masih rentan.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang seolah mengulang peristiwa mengenaskan dalam sejarah sepak bola dunia di Estadio Nacional, Peru pada 1964.
Kala itu, sebanyak 328 dialporkan merengang nyawa setelah terjadi kericuhan begitu besar di dalam stadion.
Polanya hampir serupa: penonton turun ke lapangan, situasi tidak terkendali, gas air mata mulai ditembakan, pintu keluar tertutup, massa mulai kehabisan oksigen dan terinjak-injak.