Mengenal Fenomena Fatherless, Pentingnya 'Sesosok’ Ayah Dalam Pertumbuhan Anak dan Keluarga

26 Mei 2023, 07:13 WIB
Ilustrasi Fatherless dalam pertumbuhan anak dan keluarga. /Pixabay/Martin Alfonso Sierra Ospino

JURNAL SOREANG – Fenomena Fatherless kini sedang ramai diperbincangkan terkhusus di Indonesia. Perlu kita untuk mengetahui pentingnya peran dan ‘sosok’ seorang ayah pada perkembangan buah hati dan keluarga.

Mungkin sebagian orang masing belum familiar dengan istilah "fatherless", tetapi kenyataannya, ketiadaan seorang ayah baik secara fisik maupun emosional dalam kehidupan anak ternyata menjadi fenomena yang cukup ramai di Indonesia.

"Fatherless diartikan sebagai anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah, atau anak yang mempunyai ayah tapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak dengan kata lain pengasuhan," kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti yang dikutip dari Antara News.

<iframe width="300" height="150" data-class="ads-script" data-type="ads-script"><br /><!--<br /><script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-4552716111294309"<br />crossorigin="anonymous"></script><br /><ins class="adsbygoogle"<br />style="display:inline-block;width:320px;height:100px"<br />data-ad-client="ca-pub-4552716111294309"<br />data-ad-slot="8257440956"></ins><br /><script>(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});</script><br />--><br /></iframe>

Sempat dikuatkan pada tahun 2017 silam oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa bahwa Indonesia berada pada urutan ke-3 Fatherless Country.

Baca Juga: Kapan Puasa Ayyamul Bidh Bulan Juni 2023? Cek Jadwalnya di Sini, Segera Catat Ya! Lengkap Niat Tatacaranya

Menurut Retno, faktor yang menyebabkan fenomena ini adalah kurangnya keterlibatan ayah dalam proses pengasuhan anak. Krisis peran pengasuhan ayah sering kali timbul karena masyarakat Indonesia masih memegang teguh peran gender tradisional.

Terdapat banyak cerita di Indonesia yang menggambarkan fenomena fatherless, seperti keluarga miskin yang tidak memiliki ayah karena ibu mereka masih muda, keluarga kaya yang kehilangan ayah karena kesibukan bekerja dan sering bepergian, atau keluarga yang tanpa disadari tidak mengutamakan keberadaan keluarga.

"Reduksi peran gender tradisional memosisikan ibu sebagai penanggung jawab urusan domestik dan ayah sebagai penanggung jawab urusan nafkah masih melekat di masyarakat. Padahal, tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh kehadiran dari kedua orang tuanya dalam pengasuhan," ujarnya.

Baca Juga: Ingin Cepat Sembuh Ketika Sedang Mengalami Tipes? Cobalah Untuk Mengkonsumsi 3 Buah Ini

Selanjutnya, anak-anak yang mengalami fatherless umumnya mengalami kurangnya rasa percaya diri, cenderung menjadi sosial yang tertutup, berisiko terjerumus dalam penyalahgunaan NAPZA, rentan terlibat dalam kejahatan dan kekerasan, mengalami masalah kesehatan mental, dan memiliki pencapaian akademik yang rendah.

Hal ini biasanya disebabkan oleh kehilangan figur ayah sebagai contoh dan pendamping dalam kehidupan. Ketidakhadiran peran ayah dalam mengasuh anak, terutama pada masa-masa penting seperti usia 7-14 tahun dan 8-15 tahun, memiliki dampak yang signifikan terhadap prestasi sekolah. Dampak fatherless pada anak-anak yang bersekolah termasuk kesulitan dalam konsentrasi, motivasi belajar yang rendah, dan rentan untuk putus sekolah.

Meskipun seorang anak memiliki ayah, jika mereka tidak mendapatkan dukungan dan pengajaran dari sosok ayah, hal ini tetap berdampak negatif pada perkembangan masa depan mereka.

Baca Juga: Yang Wajib Diketahui dari Profesi Legal Officer, Tugas, Kewenangan dan Tanggungjawabnya

Ayah dapat menjadi idola bagi anak-anak dan istri mereka dengan menunjukkan rasa sayang dan cinta kepada anak-anak, seperti mengajak mereka pergi jalan-jalan, bersepeda, atau bahkan ikut bermain permainan yang disukai oleh anak-anak. Misalnya, jika seorang anak perempuan suka bermain boneka, ayah tetap dapat ikut serta bermain boneka dengan mereka, dan sebaliknya, jika seorang anak laki-laki suka bermain bola, ayah dapat meluangkan waktu untuk bermain bersama.

Menurut GREDU, menjadi ayah yang baik tidak berarti harus menjadi "superdad". Namun, bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti menyediakan waktu, mendengarkan cerita anak-anak, memberikan kasih sayang melalui ciuman, pelukan, atau bentuk lainnya, itulah yang dibutuhkan oleh anak-anak.

Keterlibatan ayah dalam pendidikan anak merupakan kesempatan berharga yang tidak akan datang dua kali. Bersama dengan ibu, ayah dapat meluangkan waktu mereka untuk mendukung perkembangan anak-anak. Orang tua juga perlu memberikan dukungan satu sama lain dan menyediakan waktu bagi anak-anak.***

 

 

Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial Google News Jurnal SoreangFB Page Jurnal SoreangYouTube Jurnal SoreangInstagram @jurnal.soreang, dan TikTok @jurnalsoreang

Editor: Josa Tambunan

Sumber: Berbagai sumber

Tags

Terkini

Terpopuler