Menjawab hal ini, Umar Hadi mendukung agar perguruan tinggi yang memiliki riset di bidang rumpur laut, maupun Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kementerian KKP dan Kepala Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI untuk menjadi perwakilan Indonesia.
GUGC sangat berharap terjalin kolaborasi riset dalam bidang maritim khususnya tentang rumput laut mengingat kondisi Indonesia. Indonesia merupakan negara pengekspor rumput laut terbesar di dunia tahun 2019 yaitu sebesar 209 ton. Namun, dari segi nilai ekspor, $329,3 juta, berada di urutan ketiga setelah China dan Korea Selatan.
Salah satu penyebab hal tersebut adalah ekspor rumput laut Indonesia masih berupa bahan baku yang belum diolah dengan teknologi tinggi.
Baca Juga: FPKS DPR Desak BUMN Pangan Harus Punya Target Waktu untuk Membendung Derasnya Impor Pangan
Dalam hal ini, GUGC berharap ada kerja sama juga dengan dunia industri rumput laut di Indonesia yang dapat mendukung pengolahan rumput laut dengan teknologi tinggi.
Senada dengan hal tersebut, Atdikbud Gogot Suharwoto menjelaskan latar belakang terbentuknya permohonan kerja sama yang disampaikan GUGC.
Menurutnya, GUGC memerlukan dukungan dari negara yang memiliki tiga hal strategis antara lain sumber daya alam rumput laut yang besar dengan Indonesia merupakan nomor satu di dunis dari segi jumlah dan jenisnya, pakar dan ahli penelitian rumput laut, serta industri pengolahan produksi rumput laut. “Selain itu juga peran politis Indonesia yang strategis juga di Asia,” kata Gogot.
Ke depan, lanjut Atdikbud Gogot, dari kerja sama ini pemerintah Indonesia berharap teknologi pengolahan rumput laut Indonesia sudah memanfaatkan teknologi tinggi yang dikembangkan dalam proyek.
“Selain itu juga diharapkan makin banyak peneliti Indonesia diberikan kesempatan melakukan riset di laboratorium GUGC dan melakukan _join research_ serta terlibatnya industri rumput laut Indonesia yang memanfaatkan teknologi adopsi dari Korea Selatan,” ujar Gogot.***