JURNAL SOREANG- Indonesia memiliki lebih dari 51 juta dengan 99,9 persen pelaku usaha adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Skala usaha UMKM sulit berkembang karena tidak mencapai skala usaha yang ekonomis termasuk dalam penentuan harga pokok produksi (HPP).
"Dengan badan usaha perorangan, kebanyakan usaha dikelola secara tertutup, dengan legalitas usaha dan administrasi kelembagaan yang sangat tidak memadai," kata ketua Tim workshop
Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) bagi UMKM Prodi Akuntansi Universitas Widyatama (Utama), Dr. Dyah Purnamasari, SE, M.Si., Ak., Ak., CA, Kamis, 18 Februari 2021.
Workshop di aula Desa Sukajadi, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, dengan dihadiri anggota tim yakni Yati Mulyati, SE, M.Ak., Ak., CA; Dr. Diana Sari, SE, M.Si., Ak., QIA, CA, ACPA; Diah Andari, SE., M.Acc, Ak., CA; Hesty Juni Tambuati ,SE, M.Ak. dan Citra Mariana, S.Pd., M.Ak.
Baca Juga: UKM Kopi Belum Dapat Bantuan Pengusaha Kecil, Ingin Tahu Caranya?
Lebih jauh Dyah mengatakan,
Upaya pemberdayaan UMKM makin rumit karena jumlah dan jangkauan UMKM demikian luas dan banyak jumlahnya.
"Namun Universitas Widyatama memiliki kepedulian tinggi untuk ikut membantu pengembangan UMKM ini termasuk mengalokasikan dana dan tenaga dosen untuk pelatihan dan pendampingan," ujarnya.
Masalah klasik lain yang dihadapi UMKM adalah terbatasnya akses UMKM kepada sumber daya produktif, kelemahan dalam melakukan administrasi akuntansi dan perhitungan produksi secara detail.
"Akses kepada sumberdaya produktif terutama terhadap bahan baku, permodalan, teknologi, sarana pemasaran serta informasi pasar. Berkaitan dengan akses teknologi, kebanyakan UMKM mengunakan teknologi sederhana, kurang memanfaatkan teknologi yang lebih memberikan nilai tambah produk," katanya.