JURNAL SOREANG - Kasus robot trading saat ini nyatanya menimbulkan banyak dampak yang ditimbulkan.
Bukan hanya kerugian materi bagi para korban robot trading itu sendiri, mereka juga terlilit masalah lain.
Robot trading ini sejatinya menyasar pada orang menengah ke atas, itu sebabnya kerugian yang ditimbulkan lebih besar dari binary option.
Baca Juga: Puasa Aman Tanpa Asam Lambung Kambuh, Begini Tips dari Dokter Saddam Ismail
Korban robot trading lebih berada dari binary option, jika binary option masuk bisa dengan harga USD $1 atau Rp14 ribu sementara di robot trading minimal harus USD $500 setara Rp7,2 juta.
Oleh karena itu segmentasi di binary marketnya lebih rendah dan rentan mengalami kehancuran yang amat parah.
Sementara untuk robot trading masih bisa bertahan karena rata-rata orang yang berada dan memiliki cadangan tabungan.
Namun tak semua korban robot trading memiliki harta yang berlimpah, kadang mereka juga menggadaikan aset mereka demi investasi ini.
Tak ayal ketika ada kejadian seperti ini mereka menjadi orang yang paling terdampak.
Bukan hanya masalah uang mereka yang hilang, namun mereka terkadang terlilit hutang, masalah dengan keluarga, hingga orang terdekat.
Banyak cerita terkait korban robot trading yang sampai bunuh diri karena memang mereka menyimpan kekayaan mereka di sana.
Hal ini merupakan salah satu kasus dari sekian banyak kasus lainnya, namun ada juga yang terdampak miliaran tapi mereka cenderung santai dan tak menunjukan perilaku seperti orang sebelumnya.
Roy Shakti pakar perbankan yang menjadi garda terdepan vokal terhadap pemberantasan kasus robot trading mengungkapkan.
Pengalaman dia bertemu dengan member robot trading yang rugi Rp12 milar dan uangnya tertahan menunjukkan psikologi yang biasa dan masih bisa tertawa seolah bukan hal besar.
"Kemaren gua ketemu korban robot trading ketahan duitnya Rp12 miliar disana, tapi masih bisa ketawa-ketawa," ungkapnya.
Roy Shakti membanding dengan member yang mengalami kerugian yang hanya Rp100 juta namun sampai ingin bunuh diri seperti salah satu kejadian nyata.
"Lain pihak ada yang cuman kena dan ketahan duitnya Rp100 juta itu udah rasanya sampe pengen mau bunuh diri," tambahnya.
Dirinya mengungkapkan bahwa masalahnya bukan seberapa besar kamu rugi, akan tetapi kerugian itu berapa persen dari kekayaanya.
"Jadi disini bukan berapa kamu rugi tapi berapa persen dari harta kekayaan kamu yang tertahan," jelasnya.
Roy Shakti juga mengomentari bahwa jika merugi Rp12 miliar setengah dari kekayaan masih belum terlalu terdampak.
Namun jika rugi Rp100 juta namun semua aset di gadaikan ya nantinya akan timbul banyak masalah.
"Duit Rp12 miliar kalo 50 persen dari hartanya sih ga sebanding dengan kamu yang kalah Rp100 juta tapi kamu gadein rumah gadein SK gadein BPKB,"pungkasnya.
Oleh karena itu dirinya mencoba untuk memberikan sedikit penerangan logika terkait masalah yang selama ini menjadi pertanyaan.
Maka dari itu kita harus memikirkan segala aspek dengan matang karena keuangan itu amat sangat sensitif.
Karena berpengaruh pada kehidupan kita kedepannya, kehancuran juga bisa terjadi jika kita salah dalam mengelola keuangan.***