Hal itu tak lepas dari kondisi saat ini yang membuat kaderisasi di semua partai tidak lagi mudah. "Apalagi untuk membentuk mereka sampai militan," ucapnya.
Nukke pun menyayangkan pernyataan Yayat yang menyebutkan bahwa 28 PAC yang mendeklarasikan dukungan ke paslon lain itu hanya "Mantan Gerindra", karena sudah dipecat dari jabatannya sebagai ketua dan pengurus PAC. Padahal sekalipun jabatannya dicopot, status kader dan jiwa mereka masih ada di Gerindra.
Baca Juga: Tingkat Gangguan Kejiwaan Meningkatkan, Begini Solusi Pemprov Jabar
Jika semua kader yang tidak sependapat dengan Ketua DPC lantas dipecat dan diklaim bukan lagi bagian dari Gerindra, Nukkeu menilai hal itu akan berujung pada kemerosotan partai tersebut di masa depan. Apalagi ia melansir bahwa sebagian kader yang dipecat adalah kader militan dan bahkan ada juga salah seorang pendiri Gerindra di Kabupaten Bandung.
Kemerosotan, kata Nukkeu, juga sudah terlihat pada Pileg 2019 lalu di mana Gerindra Kabupaten Bandung tetap mendapatkan 7 kursi di DPRD Kabupaten Bandung. Padahal posisi Gerindra sebagai pengusung Prabowo-Sandi, seharusnya bisa mendongkrak raihan kursi tersebut.
"Di daerah lain hal itu terbukti bisa meningkatkan jumlah raihan kursi, bahkan ada yang naik dari 5 menjadi 11 kursi. Mungkin hanya Kabupaten Bandung yang tidak mengalami peningkatan dan itu sama saja dengan nol prestasi," kata Nukkeu.
Baca Juga: Untuk Masuk Obyek Wisata Ini Harus Bayar sampai Rp 1 Juta
Dengan dipecatnya kader-kader militan saat ini, Nukkeu yakin kondisi akan semakin memburuk jika tidak segera diselesaikan. Bukan tidak mungkin, Gerindra akan mengalami penurunan kursi di DPRD Kabupaten Bandung pada Pileg 2024 mendatang.
Ketua DPC Gerindra Kabupaten Bandung Yayat Hidayat mendelegasikan kepada Sekretaris DPC, Praniko ketika dimintai komentar terkait hal itu. Meskipun sempat bisa dihubungi, Praniko sendiri belum memberikan komentarnya.***