Marak Bullying, Komisi X DPR Sarankan TNI-Polri Jadi Guru BP di Sekolah

- 3 Oktober 2023, 14:52 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf /Yusup Supriatna /Jurnal Soreang

JURNAL SOREANG - Maraknya pelanggaran yang dilakukan siswa, termasuk perilaku bullying belakangan ini menjadi perhatian banyak pihak, salah satunya Komisi X DPR RI.

Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf mendorong pelibatan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menjadi bagian dari Bimbingan Penyuluhan (BP) di sekolah.

"Guru BP itu harusnya diambil dari penegak hukum, bisa Bhabinkamtibmas atau Babinsa. Tapi itu harus disepakati bersama, sehingga penegakan disiplin di lingkungan sekolah dilakukan sesuai dengan tupoksinya," ujar Dede dalam keterangannya, Selasa 3 Oktober 2023.

Baca Juga: Di Tahun 2023, Kasus Kecelakaan Lalu Lintas di Morotai Menurun, Kasat Lantas: Masyarakat Agar Tetap Patuh

Ia menilai, pelibatan Babinsa dari TNI dan Bhabinkamtibmas dari Polri dapat mengatasi berbagai bentuk kenakalan siswa dengan memberikan disiplin edukatif.

Pasalnya, sambung Dede, Babinsa dan Bhabinkamtibmas merupakan unsur aparat yang bersentuhan langsung dengan pembinaan terhadap masyarakat.

Pelibatan unsur APH sebagai pengawas dalam pembinaan dianggap akan lebih efektif untuk mendisiplinkan siswa, khususnya pemberian sanksi disiplin, ditambah lagi peran BP di sekolah saat ini tidak begitu terasa.

Baca Juga: Bupati Bandung Kang DS Akan Membangun Fasilitas Khusus dan Berikan Bantuan Modal untuk Kaum Disabilitas

"Untuk mengatasi pelanggaran di sekolah, harus ada guru BP, dulu guru BP ditakuti. Jadi sekarang bisa dengan bantuan Babinsa atau polisi. Supaya nanti kalau guru melempar pakai kapur, besoknya tidak langsung dipanggil polisi," terang Dede.

Menurutnya, kehadiran unsur APH yang dikenal tegas memang diperlukan agar siswa takut untuk melakukan pelanggaran.

Akan tetapi, pelibatan unsur APH sebagai Guru BP harus menjadi kesepakatan bersama dan tertuang dalam aturan resmi.

Baca Juga: Bupati Bandung Kang DS Akan Membangun Fasilitas Khusus dan Berikan Bantuan Modal untuk Kaum Disabilitas

"Harus disepakati antara pihak sekolah, komite orang tua, dan penegak hukum," tegasnya.

Selain kesepakatan soal pelibatan unsur APH pada edukasi disiplin, Dede meminta semua stakeholder harus sama-sama menyepakati mengenai sanksi yang diberikan atas pelanggaran siswa.

"Misalnya kalau menjambak sanksinya apa, menghina atau memukul sanksinya bagaimana. Ada kategori dan tingkatannya. Kalau sampai meninggal tentu ada hukuman, walau kalau anak-anak undang-undangnya khusus menggunakan sistem peradilan anak," kata mantan Wagub Jawa Barat itu.

Baca Juga: Resep Lotek Bandung: Kuliner Khas Jawa Barat yang Menggugah Selera

"Intinya, disepakati bentuk disiplin edukatif seperti apa, lalu sanksi yang diberikan di sekolah yang boleh yang mana, dan mana yang tidak boleh," lanjutnya.

Penegakan disiplin di sekolah dinilai penting sebagai salah satu upaya mendidik siswa agar tumbuh menjadi generasi unggul, baik dari prestasi akademik maupun karakter.

Untuk itu, dibutuhkan kesadaran bersama dari semua pihak untuk memberi disiplin pada siswa apabila melakukan pelanggaran atau kenakalan, termasuk kesadaran dari orang tua agar anak bisa tumbuh berkembang dengan baik.

Baca Juga: Nikmat! Begini Cara Sederhana Membuat Pais Sunda ala Rumah

"Harus ada teguran bahkan sampai sanksi yang bisa diberikan sekolah apabila ada pelanggaran. Namun bentuk teguran edukatif ini harus disepakati bersama sehingga tidak rancu diterjemahkan lain pihak. Dan penegakan disiplin harus juga dilindungi oleh aturan, sehingga guru yang menegur atau memberi sanksi tidak dikriminalisasi juga," paparnya.

Lebih jauh ia menuturkan, penempatan APH sebagai Guru BP menurutnya penting sebab peran guru saat ini telah berubah menyusul perkembangan zaman.

"Guru sekarang bukan tupoksinya memberikan hukuman karena sebatas mengajar. Ada BP pun lebih pada konseling aja. Yang menegakkan hukum sanksi disiplin itu nggak ada, jadi nggak ada yang ditakutin di sekolah," ucapnya.

Baca Juga: Amanda Manopo Diberikan 34 Pertanyaan Dari Polisi Usai Diduga Promosikan Judi Online

Tidak seperti masa lalu dimana guru bisa tegas memberi sanksi kepada siswa, Dede menyebut guru saat ini hanya bisa berfokus pada pengajaran akademik dan konseling.

Guru masa kini, tambahnya, terkesan mengabaikan kenakalan siswa karena berbagai alasan dan faktor, termasuk urusan Hak Asasi Manusia (HAM).

Oleh karena itu, banyak guru enggan memberikan sanksi disiplin karena takut dilaporkan ke pihak berwajib oleh orangtua siswa.

Baca Juga: Menikmati Kelezatan Mie Kocok Bandung: Kuliner Warisan Lintas Generasi

"Guru atau Kepala Sekolah umumnya takut melakukan pendisiplinan karena khawatir diadukan ke penegak hukum. Dan guru tidak pernah belajar cara melakukan sanksi fisik yang benar," ungkap Dede.

"Akhirnya, guru memilih untuk lepas tangan kalau ada masalah karena sering terjadi justru guru yang akhirnya berurusan dengan hukum," sambungnya.

Selain itu, Dede juga mendorong revisi Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) karena aturan tersebut dinilainya belum maksimal.

"Aturan di Permendikbud sekarang lemah dalam implementasi di sekolah. Menurut saya, Permendikbud itu harus menyepakati tentang edukatif disiplin. Jadi penegakan disiplin secara edukatif," tuturnya.

Baca Juga: Luar Biasa! Sampah di Kota Bandung bisa Dipantau Melalui Aplikasi BWM

Banyaknya kasus kekerasan atau bullying yang melibatkan siswa terjadi karena diduga saat ini implementasi pemberian disiplin di sekolah sangat kurang, bahkan tidak ada sanksi tegas atas pelanggaran dalam Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tersebut.

"Fungsi pengawasan dan pendidikan dilepas ke satuan sekolah, padahal banyak satuan sekolah belum mendapatkan sosialisasi atau advokasi. Banyak guru, kalau saya tanya, mereka tidak berani bersikap," bebernya.

Akibatnya, lanjut Dede, siswa merasa tidak memiliki batasan karena tidak ada disiplin yang tegas. "Yang berkembang sekarang ini, anak-anak menganggap apa yang dilakukan biasa saja karena tidak ada hukum, tidak ada sanksi juga," sesalnya.

Baca Juga: Ada-Ada Aja! Peredaran Narkoba Dalam Balon Diungkap, Polresta Bandung Amankan 35 Paket Sabu

Terlepas dari persoalan penegakan disiplin, Dede menilai orang tua dan guru perlu mendorong siswa melakukan tambahan aktivitas lain di luar kegiatan belajar di sekolah agar waktu luangnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan positif ketimbang hal-hal yang berpotensi memicu pelanggaran.

"Perlunya kegiatan ekskul fisik seperti olahraga, Pramuka, Paskibra, dan bela diri dihidupkan kembali agar energi siswa bisa tersalurkan dengan disiplin dan kerja sama, sehingga akan mencegah keinginan siswa berbuat kasar ke teman-temannya," pungkas Dede.***

Ikuti terus dan share informasi Anda di media sosial Google News Jurnal SoreangFB Page Jurnal SoreangYouTube Jurnal SoreangInstagram @jurnal.soreang dan TikTok @jurnalsoreang 

Editor: Yusup Supriatna


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x