Namun demikian, efek negatif dari pemanfaatan panas bumi, salah satunya dapat memicu migrasi gas rumah kaca ke permukaan bumi dan pada akhirnya mencemari udara di sekitar.
"Selain itu, reservoir panas bumi juga dapat mengandung logam berat beracun seperti arsen, boron, dan merkuri dan juga dapat menyebabkan permukaan bumi tidak stabil (pemicu gempa)," jelas Dasep.
Hal ini, lanjut Dasep, tentu tidak bisa dianggap remeh. Sehingga harus ada kajian yang mendalam dengan melibatkan masyarakat ketentuan sesuai dengan UU 32 tahun 2009 sebagaimana diubah dengan UU 11 Tahun 2020.
Baca Juga: India Tidak Akan Mengundang Ukraina ke G20 di New Delhi, Mengapa?
"Sesuai UU tersebut, Ketentuan Pasal 69 angka 1 huruf a yang telah diubah, 1. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup," tuturnya.
Dasep menegaskan, pihaknya juga selama ini mempertanyakan transparansi pencemaran, kerusakan lingkungan yang dilakukan PT Geo Dipa Energi sampai dengan saat ini hanyalah sebuah misteri.
"Masyarakat sekitar belum mendapat penjelasan secara ilmiah, apakah kerusakan lingkungan dan pencemaran akibat kegiatan PT Geo Dipa dibawah ambang batas atau berpotensi membahayakan lingkungan, hal ini harus dibuktikan dengan penelitian yang mendalam dengan melibatkan masyarakat tentunya," akunya.
Kerusakan lingkungan secara kasat mata, kata Dasep, terjadi akibat pemanfaatan panas bumi berupa penebangan hutan alam dan cerobong asap putih yang membumbung di langit Kabupaten Bandung.
Dengan hal itu, tegas Dasep, tentu akan mengancam kelangsungan keseimbangan lingkungan, karena disisi lain tanggung jawab negara untuk memenuhi hak atas lingkungan hidup bersih dan sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.