Dari keempat model relasi sains dan agama di atas, integritas tampaknya model yang ideal bagi sebagian besar pemikir muslim yang mendukung proyek islamisasi sains.
Secara historis, perbincangan tentang hubungan sains dan islam telah ada sejak jama klasik. Namun isu itu kembali mencuat pada zaman modern di sekitar abad ke-19.
Baca Juga: Pelayanan! Cegah Gangguan Kamtibmas, Polsek dan Koramil Cijeungjing Monitoring Anak Sekolah
Menurut Leif Stenberg, awal dari pembahasan hubungan sains dan Islam dimulai saat Ernest Renan pada tahun 1883 di Paris menyebutkan bahwa antara Islam dan sains itu bertentangan (incompatible).
Pernyataan Renan ini kemudian direspon oleh Jamaludin Al-Afghani, dengan menunjukan keselarasannya. Dari sini perdebatan berlanjut sampai saat ini, dengan melahirkan tiga tanggapan ilmuwan muslim terhadap sains modern.
Yang kemudian masing-masing pendapat ini akan menentukan bagaimana pandangan mereka pula terhadap ide islamisasi ilmu.
Ziauddin Sardar seperti disebutkan M. Damhuri kepada Republika, 26 mei 2000. Mencatat ketiga pandangan ini. Pertama, kelompok muslim apologetik. Kelompok ini menganggap sains modern bersifat netral dan universal.
Baca Juga: Berikan Perlindungan! Hindari Fatalitas, Polres Ciamis Gelar Strong Point di Wilayah Pendidikan