Rektor UIN Sunan Gunung Djati: Jangan Jadi Pejabat dan Dosen Bila Tinggalkan Tugas dan Fungsi Utama

18 September 2021, 12:00 WIB
Rektor UIN Sunan Gunung Djati, Mahmud, saat upacara 17 di kampus UIN SGD /Humas UIN SGD/

JURNAL SOREANG- Rektor UIN Sunan Gunung Djati (SGD), Prof. Dr. H. Mahmud, MSi, memperingatkan dan mengajak civitas akademika UIN SGD untuk mengedepankan profesionalisme, kebangsaan dan keberagamaan.

Hal ini dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan Islam dan mewujudkan kampus yang unggul dan kompetitif.

"Pertama, profesionalisme. "
Saya berharap saudara tampil menjadi tenaga pendidik, dosen dengan tugas tambahan yang profesional sesuai dengan bidang yang saudara miliki," kata Mahmud saat Upacara tiap tanggal 17, Jumat, 17 September 2021.

Baca Juga: Mantul, 28 Dosen UIN Bandung Lolos Uji Kompetensi Internasional

"Jangan ada cerita mengabaikan tugas dan fungsi di mana kita menjadi pejabat di situ, kemudian memprioritaskan pekerjaan lain yang tentu saja meninggalkan tugas dan fungsi utama. Saya ingin ketika saudara sudah membuat kontrak siap untuk melaksanakan jabatan tersebut, maka di jabatan tersebut harus prioritas, bukan tidak boleh pada sektor yang lain," tandasnya.

Kedua, soal wawasan kebangsaan. Menurur Mahmud, hubungan Islam dengan cinta tanah air ini sudah final.

"Hal ini bisa dilihat dari apa yang dilakukan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari tentang cinta tanah air yakni Hubbul Wathon Minal Iman," katanya.

Baca Juga: UIN Sunan Gunung Djati Luncurkan Tracer Study, Ini Tujuannya

Rektor menegaskan memang tidak salah bila para ulama mengatakan bahwa cinta tanah air merupakan bagian dari iman (hubbul wathan minal iman).

"Bela negara menjadi keharusan bagi umat Islam. Sebab, Rasulullah telah mencontohkannya dalam menjaga Kota Mekah dan Madinah," katanya.

Kalau ada segelintir orang yang mempertanyakan loyalitas umat Islam tentang cinta Tanah Air atau bela negara, jawaban membela tanah air adalah wajib.

Baca Juga: Sambut Mahasiswa Baru, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Bandung, Mahasiswa Diharapkan Jadi Solusi

"Sebab, cinta Tanah Air dan bela negara untuk umat Islam sebuah keharusan. Rasulullah telah mencontohkanya dalam menjaga Mekah dan Madinah. Meskipun harus rela berhijrah untuk mempertahankan dan menyebarkan ajaran Islam. Fathul Mekah menjadi menjadi bukti atas kecintaan Rasul terhadap Kota Mekah,” tuturnya.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, diceritakan Rasulullah sendiri pernah mengungkapkan rasa cintanya terhadap Makkah, tanah kelahirannya saat berhijrah.

Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau (Makkah) sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selain Mekkah.

Baca Juga: Ini yang Dikatakan Inspirator dan Motivator Dokter Gamal Albinsaid Saat di Fakultas Saintek UIN Bandung

“Karena kecintaan Rasul pada Makkah saat 40 kaki melangkah, Nabi menoleh ke belakang untuk melakukan hijrah ke kota Yatsrib (Madinah) sambil berdoa: Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah,” tegasnya.

Ketiga, menghargai keberagaman yang diharapkan dapat menyebarluaskan Islam rahmatan lil ‘alamin, moderat, wasathiyah, dan berperan aktif dalam menjaga keutuhan NKRI.

“Untuk urusan kebangsaan, bela negara, cinta Tanah Air sudah final. Tidak ada perdebatan lagi. Karena para ulama pendahulu kita telah menegaskan cinta Tanah Air itu sebagian dari iman. Oleh karena itu, kebangsaan, keberagamaan ini harus menjadi sesuatu yang sudah buat kita selesai," ujarnya.

Baca Juga: Wow, Dari Ratusan Ribu Pendaftar ke UIN Sunan Gunung Djati Hanya 7 Persen yang Diterima

Jadi jangan ada lagi cerita di antara ASN di sekitar akademika masih mempersoalkan tentang kebangsaan.

"Jangan sampai kita terpapar oleh pemahaman atau pikiran-pikiran radikal,” pungkasnya.***

Editor: Sarnapi

Tags

Terkini

Terpopuler