Komjenpol Purn Nanan Soekarna: 'Ngelawan' Atasan Adalah Hak dan Kewajiban Anggota Polisi

- 3 November 2020, 13:59 WIB
Tangkapan Layar Komjelpol Purn. Nanan Soekarna dalam tayangan Ngobras Sampai Ngompol
Tangkapan Layar Komjelpol Purn. Nanan Soekarna dalam tayangan Ngobras Sampai Ngompol /

JURNAL SOREANG - Dalam menangani aksi unjuk rasa, seorang anggota polisi seharusnya tetap berpikir ia lebih baik terluka bahkan sampai mati demi institusi dan negara.

Apapun dalihnya, oknum polisi yang melakukan tindakan represif dengan sampai memukul atau menendang pengunjuk rasa, tetap salah di mata hukum dan bisa dijadikan tersangka.

Hal itu diungkapkan oleh Mantan Wakapolri Komisaris Jenderal Purnawirawan Nanan Soekarna, dalam diskusi bersama Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di tayangan "Ngobras Sampai Ngompol (Ngobrol Asyik Sampai Ngobrol Politik) bertema 'Bad Cop Good Cop", di kanal Youtube resmi Bamsoet Channel, Senin 2 November 2020 malam.

Baca Juga: Status Jerinx SID 'Kacung WHO', Dituntut 3 Tahun Penjara

Menurut Nanan, setiap tindakan soerang anggota polisi di lapangan sejatinya merupakan tanggung jawab personal, karena mereka disumpah untuk bertindak sesuai dengan kode etik profesi, hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Hal itu tetap menjadi dasar utama anggota polisi dalam melaksanakan tugas. Bahkan hal itu lebih penting dibandingkan perintah atasan.

Di kepolisian, kata Nanan, seorang bawahan diperboleh untuk melawan atasan jika perintahnya tidak sesuai dengan kode etik, hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga: Anak-anak TK pun Ikuti Lomba Secara Virtual

"Saya ngalamin zaman kapolsek, istilah saya mesti ngelawan kapolres. Zaman kapolres ngelawan kapolwil, zaman kapolwil ngelawan kapolda, zaman kapolda melawan kapolri," tutur Nanan.

Meskipun demikian, kata Nanan, melawan itu bukan dalam artian negatif sebagai sebuah pembangkangan.

Nanan menambahkan, Pasal 7 Ayat 3 Kode Etik Kepolisian, 'melawan atasan' itu adalah hak dan kewajiban anggota apabila perintah tersebut tak sesuai dengan undang-undang, hukum, Hak Asasi Manusia dan kode etik.

Baca Juga: Melaney Ricardo, 1 Bulan Ini Aku Berjuang Melawan Penyakit Ini

"Melawan itu konteksnya memberikan masukan balik (feedback) untuk menjaga atasan dan institusi. Penyampaian masukan tersebut dengan tetap menjaga etika dan sopan santun," ujar Nanan.

Dengan aturan seperti itu, kata Nanan, sudah bisa dipastikan jika seorang oknum polisi (bad cop) bertindak keras kepada masa pengunjuk rasa itu adalah kesalahan personal, bukan institusi.

Dalam penanganan aksi unjuk rasa, Nanan yakin tidak ada perintah yang salah dari atasan. Soalnya jika ada perintah yang salah, anggota bisa 'melawan'.

Baca Juga: Seniman Gambus juga Tak Bisa Manggung Akibat Pandemi

"Jadi yang salah bukan sistemnya, bukan leadernya, bukan budayanya. Tetapi personal," kata Nanan.

Nanan memaklumi jika media massa memang lebih sering memberitakan oknum polisi yang melakukan kesalahan seperti itu. "Yang tertampil itu pasti itu karena bad news is good news, itu ok lah," ujarnya.

Meskipun demikian, Nanan berharap media juga bisa seimbang menampilkan sisi lain. Karena tidak semua polisi seperti itu, masih banyak polisi yang baik dan justru sama-sama menjadi korban.

Baca Juga: Budiman Saleh Tersangka Baru KPK, Kasus Korupsi Di PT DI

"Berapa sih bad cop yang mukulin, nendangin?. Terus berapa banyak sih polisi yang bagus itu?," tutur Nanan.

Menurut Nanan, pemberitaan dalam unjuk rasa sebaiknya berimbang dari semua sudut pandang. Tidak hanya memperlihatkan bad cop yang membalas lemparan, tetapi juga menunjukan good cop yang bisa menahan diri dan hanya menghindari lemparan sekalipun harus merelakan dirinya terluka.

Di sisi lain, Nanan juga berharap atasan yang memimpin pengamanan unjuk rasa, untuk bisa memberikan keteladanan guna meminimalisir munculnya 'bad cop' seperti itu.

Baca Juga: Seniman Gambus juga Tak Bisa Manggung Akibat Pandemi

Sejatinya, kata Nanan, atasan yang baik harus bisa menerapkan lima hal penting bagi bawahannya, yaitu menjadi teladan (lead by example), menjadi pelayan (servant leadership), menjadi konsultan yang solutif bukan hanya bisa memarahi dan menghukum, menjaminan kinerja bawahan dan institusi serta anti korupsi dan gratifikasi.

Nanan mencontohkan sewaktu diriya menjadi Kapolres Jakarta Timur, ia berada di barisan paling depan untuk mengamankan masa pengunjuk rasa.

Soalnya ia paham betul bahwa anggota polisi yang masih muda, pasti memiliki emosi yang mudah meledak dan sulit dikendalikan ketimbang dirinya.

Baca Juga: RSUD Soekarjo Kota Taskmalaya Kembali Tutup Sebagian Akibat Tenaga Kesehatan Positif Covid-19

"Saya di depan waktu itu dengan pakaian pelindung lengkap, jadi kalau kena lemparan batu masih aman," tutur Nanan.

Sekalipun begitu, Nanan tetap melarang anggotanya untuk tidak membalas lemparan tersebut.

"Kenapa? karena kalau anak buah saya melempar, mukul, jadi tersangka dia. Tapi kalau anak buah saya kena, tewas lah begitu, dia pahlawan," kata Nanan.

Baca Juga: Bacalah. Ini Doa Untuk Usir Galau

Nanan mengaku selalu menanamkan pemahaman kepada bawahannya bahwa polisi lebih baik luka demi institusi kepolisian serta bangsa dan negara dari pada menjadi tersangka hanya karena salah menembak akibat tersulut emosi.***

Editor: Handri

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah