Menurutnya kita bisa melihat beberapa fenomena pasca pilpres: pertama, pudarnya paslon politik, yang mana dalam konteks komunikasi politik budaya politik itu penting.
Kedua, fenomena gagasan ide, yang mana ini tidak berbanding lurus atas keterpilihan seseorang pada pilpres sekarang. Selanjutnya, kampanye dalam komunikasi politik ternyata lebih disukai dengan kampanye gemoy, yang mana para milenial juga lebih menyukai hal tersebut, ini merupakan sebuah realitas yang mana komunikasi politik di Indonesia menurun.
Dilihat dari sisi media, Prof. Moch. Fakhruroji, menyampaikan pergesaran yang terjadi dalam kaitannya dengan media, bahwa persepsi manusia atau audiens dipengaruhi oleh apa yang dia baca.
Sehingga pada era politik orang-orang hanya melihat selembaran-selembaran berita yang bersiuran di media sosial.
Di era sekarang peran media yang semakin besar untuk menguasai ruang publik yang paling ramai ialah di media sosial sehingga algoritma media sosial menyebabkan seseorang terpengaruh atas pilihan politiknya.
Dengan adanya politic of memory, ia juga mampu mempengaruhi masyarakat salah satunya dengan konten media sosial.