Menariknya, meskipun nama Pak Tjokro sangat tersohor dan terhormat, Bung Karno menceritakan bahwa penghasilan seorang Ketua Sarekat Islam tidak banyak, namun Pak Tjokro masih mampu membagi satu rumahnya menjadi Sepuluh kamar-kamar kecil untuk para siswa HBS yang kos ditempatnya.
Baca Juga: Jemaah Haji Indonesia Bisa Pakai Skuter untuk Tawaf dan Sai, Segini Harga Sewanya
Terungkap dalam buku biografinya, Bung Karno membayar Rp11 perbulan untuk bisa tinggal di kamar yang gelap tanpa jendela, tidak ada kasur maupun bantal, hanya selembar tikar dan seperangkat meja dan kursi belajar.
Bung Karno membayar uang sewa Rp 11 setiap bulan kepada Bu Tjokro, uang sejumlah itu sudah termasuk untuk biaya makan. Karena hanya dikirimi jatah Rp12.5 perbulan oleh ayahnya, Bung Karno hanya mampu menyewa kamar paling murah dan apa adanya. Bahkan disaat sudah ada listrik, kamar Bung Karno masih memakai lentera sebagai penerang karena ia tidak mampu untuk membeli bohlam.
Sekilas kisah Pak Tjokro dan Bung Karno
Pada saat menjadi murid HBS umur Bung Karno masih 15 tahun, sedang Pak Tjokro berusia 33 tahun. Sebagai seorang pemimpin yang namanya sudah sohor karena aktif di sarekat dagang dan berjasa dalam bidang pendidikan, sosoknya dimata Bung Karno memiliki caranya sendiri untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.
Sebagai orang sibuk pada zamannya, Pak Tjokro dan Bung Karno jarang berbicara, namun sangat dikagumi karena banyak memberi gemblengan dan tidak pelit jika soal memberikan buku-buku yang berharga.
"Pak Tjokro adalah Pujaanku. Aku muridnya. Aku duduk didekat kakinya dan diberikannya kepadaku buku-bukunya, diberikannya kepadaku miliknya yang berharga." Kutipan kenangan Bung Karno dalam buku biografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat. ***