"Biaya reboisasi saja mungkin angkanya jauh lebih mahal, itu pun kalau reboisasinya berhasil. Namun kalau pohonnya mati juga karena salah menanam pohon, hutannya tetap hilang. Belum lagi tanahnya. Uang yang masuk ke kas negara belum tentu akan dibelanjakan nantinya untuk kepentingan hutan," urainya.
Dedi menilai, besaran nominal pengganti yang ada saat ini angkanya sangat rendah dibanding hilangnya sebuah kawasan hutan.
Ia juga mengimbau agar pemerintah tidak lagi memberikan kompensasi kepada orang-orang yang sejak awal tidak memiliki niat baik terkait pemanfaatan lahan kawasan hutan.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Mengamuk karena Hutan Bambu jadi Kebun Pisang
Mengenai perhutanan sosial, Dedi menyampaikan, perhutanan sosial tujuan dasarnya berkaitan dengan aspek-aspek yang bersifat keadilan sosial secara administratif.
Artinya, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan harus mendapatkan manfaat dari hutan tersebut dalam bentuk redistribusi tanah.
Akan tetapi, dilihat dari sisi aspek teknis pelaksanaannya, Kementerian LHK tidak memiliki cukup orang untuk melakukan pengawasan di lapangan.
Baca Juga: Hutan Bambu Dijadikan Kebun Pisang, Dedi Mulyadi: Orang Pintar Selalu Gagal dalam Berpikir
"Yang saya khawatirkan, Perhutanan Sosial dalam kurun waktu 5-10 tahun ke depan hutannya jadi hilang, dan yang ada adalah perkebunan sosial. Ini jangan sampai terjadi, karena tugas Menteri LHK aspek pertamanya adalah menjaga hutan dan menjaga lingkungan hidup," tandas Dedi. ***