Siulan Tak Termasuk Pelecehan Seksual, Baleg DPR RI Akui Harus Ekstra Hati-Hati dalam Perumusan Pasal RUU PKS

- 26 Agustus 2021, 20:46 WIB
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sturman Panjaitan.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sturman Panjaitan. /Jurnal Soreang /dpr.go.id

JURNAL SOREANG - Data yang lengkap dan kecermatan yang ekstra hati-hati dalam membahas rumusan serta definisi di Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sangatlah diperlukan.

Hal tersebut disampaikan oleh anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sturman Panjaitan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dari Aliansi Pekerja/Buruh Garmen Alas Kaki dan Tekstil Indonesia (APBGATI) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

"Kita juga tidak lepas dari budaya. Kita tidak bisa menganggap siulan itu suatu pelecehan. Ini kan bapak mengatakan, siulan itu godaan. Saya sering digoda oleh orang, mungkin istri saya, apakah itu pelecehan? Makanya dalam menentukan definisi kita harus ekstra hati-hati," ucap Sturman, sebagaimana dikutip dari dpr.go.id yang diunggah pada Rabu, 25 Agustus 2021.

Baca Juga: Baleg DPR RI Sebut Pembahasan RUU PKS Berjalan di Dua Rel: Kekerasan Seksual dan Nilai Pancasila serta Budaya

Oleh karenanya politisi PDI-Perjuangan tersebut berharap pembahasan RUU PKS ini tidak malah mencederai budaya bangsa Indonesia itu sendiri.

Sturman mengatakan, jangan sampai dengan diundangkannya RUU tersebut, malah membatasi relasi sosial di antara masyarakat Indonesia.

"Makanya harus ekstra hati-hati, karena budaya bangsa Indonesia jangan sampai rusak hanya karena kita membuat rumusan definisi dan pasal-pasalnya salah," pesan Sturman.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Baleg DPR RI, Esti Wijayati menambahkan, selain adanya RUU PKS ini untuk mencegah adanya kasus kekerasan seksual, yang terpenting adalah tindakan yang dilakukan oleh institusi buruh untuk mengantisipasi ataupun melindungi korban kekerasan seksual di pabrik.

Baca Juga: DPR Sahkan UU Perdagangan Elektronik ASEAN, Nevi: Ini Peluang dan Tantangan UMKM yang Makin Besar

Karena itu, ia menilai pemahaman bagaimana harus bersikap dan memiliki keberanian melawan kekerasan seksual juga penting untuk disampaikan kepada karyawan pabrik.

"Itu penting. Artinya, ketika kita menunggu proses RUU ini selesai, meskipun berharap bisa segera diselesaikan, tapi ada hal-hal lain yang juga harus dilakukan," imbuh politisi PDI-Perjuangan itu.

Selain APBGATI, dalam RDPU itu hadir pula elemen masyarakat lainnya yang berkaitan dengan isu pekerja perempuan di sektor garmen, yaitu Gender Network Platform (GNP).

GNP berpendapat, hilangnya produktivitas pekerja akibat pelecehan seksual berpengaruh sebesar 1-3,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca Juga: Impor Pangan Masih Marak Meski Sudah Ada Food Estate, DPR: Pemerintah Harus Evaluasi Food Estate

Hilangnya produktivitas tersebut sebagai akibat dari biaya keluar-masuk pekerja (turn over), kerugian akibat ketidakhadiran pekerja (absen), dan kurangnya motivasi kerja.

Angka turn over pekerja sendiri berdampak pada peningkatan biaya rekrutmen dan biaya pelatihan pekerja baru, termasuk sumber daya untuk mengumumkan lowongan.***

Editor: Rustandi

Sumber: dpr.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah