Dampak Lingkungan, BRIN Usulkan Daur Ulang Limbah Medis agar Bernilai Ekonomis

- 29 Juli 2021, 20:04 WIB
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. /Jurnal Soreang/Humas Sekretariat Kabinet

JURNAL SOREANG -Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengusulkan sejumlah teknologi daur ulang limbah medis yang berpotensi memunculkan nilai tambah secara ekonomi.

Hal ini disampaikan oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko usai mengikuti Rapat Terbatas mengenai Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) Medis COVID-19 yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo melalui konferensi video.

"Ada insentif finansial dari sisi bisnis akibat daur ulang tersebut dan tentu itu akan berpotensi juga mengurangi biaya pengolahan limbah secara keseluruhan," ujar Handoko, sebagaimana dikutip dari setkab.go.id yang diunggah pada Rabu, 28 Juli 2021.

Baca Juga: Limbah Medis Capai 18 Ribu Ton, Ini Langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Lebih lanjut Handoko menjelaskan, salah satu teknologi yang dikembangkan BRIN adalah alat daur ulang jarum suntik yang bisa menghasilkan residu berupa bubuk stainless steel murni.

Selain itu, tambahnya, terdapat juga alat daur ulang plastik medis yang dapat digunakan untuk mengolah limbah Alat Pelindung Diri (APD) dan masker.

"APD dan masker yang bahannya adalah polypropylene, sehingga kita bisa peroleh polypropylene (PP) murni, jenis plastik polypropylene murni yang nilai ekonominya juga cukup tinggi," sambung Handoko.

Di samping usulan daur ulang limbah medis, Handoko mengungkapkan bahwa pihaknya kini tengah mengembangkan teknologi pengolah limbah medis berskala kecil dan bersifat mobile.

Baca Juga: Selain Pemasok Jeruk Terbesar Eropa, Kota Tua Seville kini Produksi Listrik dari Limbah Jeruk

Hal ini dilakukan untuk membantu meningkatkan kapasitas pengolahan limbah secara signifikan yang sangat diperlukan seiring dengan meningkatnya jumlah dan volume limbah medis COVID-19.

"Ada beberapa teknologi yang sudah proven yang dikembangkan untuk membantu peningkatan jumlah kapasitas pengolahan limbah ini secara signifikan," tuturnya.

Akan tetapi, pihaknya terlebih dahulu mengkhususkan pada teknologi yang bisa dipakai untuk pengolahan limbah di skala yang lebih kecil dan bersifat mobile.

Teknologi ini, papar Handoko, dapat dimanfaatkan untuk pengolahan sampah di daerah yang memiliki penduduk relatif sedikit dengan skala limbah yang tidak banyak.

Baca Juga: Prihatin, Selesai Makan Pasti Banyak Sisa, Tiap Orang Buang Limbah Makanan 115-184 Kilogram Per Tahun

Tak dapat dipungkiri, keterbatasan dana menjadi kendala dalam membangun insinerator limbah medis yang besar dan terpusat, termasuk perihal pengumpulan limbahnya.

"Kalau kita harus membangun insinerator besar, itu tentu akan jauh lebih mahal dan juga menimbulkan masalah terkait dengan pengumpulan, karena pengumpulan dari limbah ke insinerator yang terpusat itu juga menimbulkan biaya tersendiri," ungkapnya.

Handoko mengakui bahwa saat ini, sarana pengelolaan limbah medis masih belum merata di seluruh Indonesia.

"Baru 4,1 persen dari rumah sakit yang memiliki fasilitas insinerator yang berizin. Kemudian juga di seluruh Indonesia, baru ada 20 pelaku usaha pengolahan limbah. Dan yang terpenting adalah hampir semuanya itu masih terpusat di Pulau Jawa. Jadi distribusinya belum merata," beber Handoko.

Baca Juga: Diduga Rebutan Limbah Industri, Dua Ormas di Bekasi Nyaris Bentrok, Polisi Amankan Pelaku dan Sita Sajam

Dengan adanya teknologi pengolahan dan daur ulang limbah yang dikembangkan BRIN ini, Handoko berharap dapat membantu fasilitas layanan kesehatan dalam pengolahan limbah medis.

"Dengan ini kami berharap, itu bisa meningkatkan motivasi untuk mengumpulkan dan mengolah limbah, meningkatkan kepatuhan, dan di sisi lain itu berpotensi juga menjadi lahan baru bisnis bagi para pelaku usaha di daerah-daerah, khususnya para pelaku usaha skala kecil," pungkas Handoko.***

Editor: Rustandi

Sumber: Setkab.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x