Diingat! Mengenal Puisi Terakhir Chairil Anwar Sebelum Meninggal di Hari Puisi Nasional

- 28 April 2021, 17:25 WIB
Almarhum Chairil Anwar Penyair
Almarhum Chairil Anwar Penyair /Jurnal Soreang/Azmy Yanuar/@chairilanwar

JURNAL SOREANG - Pada pukul setengah tiga sore, 28 April 1949, Chairil Anwar meninggal di usia muda akibat mengidap sejumlah penyakit.

Untuk mengenang karya-karya sang pujangga, tanggal kematiannya diperingati sebagai Hari Puisi Nasional.

Karya sang penyair ternama itu masuk dalam kurikulum dan dipelajari oleh seluruh siswa dan siswi di Indonesia, mulai dari SD hingga SMA.

Baca Juga: Baku Tembak, Satgas Nemangkawi Tewaskan Lima Anggota KKB Kelompok Lekagak Teleggen

Hingga kini puisi-puisi karya Chairil Anwar dengan jumlah totalnya 96 puisi itu selalu dibacakan pecinta sastra Tanah Air.

Penyair yang dijuluki "Si Binatang Jalang" itu lahir dari kedua orang tua asli Melayu di kota Medan pada 26 Juli 1922.

Dia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat.

Sempat bersekolah dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), Chairil mengenyam pendidikan untuk orang pribumi di masa penjajahan Belanda.

Baca Juga: Keren! Bagi Waktu antara Bekerja dan Kuliah, 25 PMI di Hong Kong Berhasil Raih Gelar Sarjana

Dilansir Jurnal Soreang dari berbagai sumber, ia kemudian meneruskan pendidikannya setingkat SMP di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Saat usia Chairil 18 tahun, dia tidak lagi bersekolah. Dia mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, dia telah bertekad menjadi seorang seniman.

Meski telah lama berpulang, pada Juni 2007 ia masih dianugerahi penghargaan Dewan Kesenian Bogor (DKB) Award 2007.

Kategori seniman sastra yang diraih Chairil diterima oleh puterinya, Evawani Elissa Chairil Anwar.

Baca Juga: Para Santri Resah Tidak Bisa Idul Fitri di di Kampung Halaman karena Larangan Mudik, Wapres Beri Solusi

Berikut karya Chairil Anwar terakhir sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya yang berjudul Derai-Derai Cemara :

Derai-Derai Cemara

Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah.***

Editor: Rustandi

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x