Perpustakaan Harus Mengawal Perkembangan Pengetahuan Petani Indonesia

- 8 April 2021, 13:22 WIB
Seminar Nasional Perpustakaan 2021 dengan tema “Inovasi Mendukung Transformasi Perpustakaan Khusus Berbasis Inklusi Sosial”
Seminar Nasional Perpustakaan 2021 dengan tema “Inovasi Mendukung Transformasi Perpustakaan Khusus Berbasis Inklusi Sosial” /

 

JURNAL SOREANG - Perpustakaan khusus bukan sekedar sarana untuk memenuhi kebutuhan membaca bagi pemustaka internal, namun juga harus memberi layakan pada pemustaka di luar lingkungan khusus tersebut.

Hal itu terungkap dalam Seminar Nasional Perpustakaan 2021 dengan tema “Inovasi Mendukung Transformasi Perpustakaan Khusus Berbasis Inklusi Sosial” di The Westin Jakarta, Rabu 7 April 2021.

Salah satu fungsi perpustakaan khusus yang sudah mampu melayani kebutuhan pemustaka di luar lingkungannya, adalah perpustakaan KemetnerianPertanian.

Baca Juga: Romantis! Bawa Motor RX King ke Lokasi Syuting Demi Bonceng Ayang Kiki, Zantuk Uya Ingin Seperti Aldebaran

Baca Juga: Optimalkan Sosialisasi Pelatihan dalam Kartu Prakerja, Ini Langkah Yang Akan Dilakukan Disnakertrans Jabar

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) Momon Rusmono mengatakan, misi utama Kementan terkait erat dengan perpustakaan berbasis inklusi sosial.

Dia menjelaskan, salah satu misi Kementan adalah mewujudkan ketahanan pangan dan gizi bagi 270 jiwa juta masyarakat Indonesia yang juga harus seiring dengan misi lainnya yakni mewujudkan kesejahteraan petani.

“Dapat terlihat benang merah antara misi Kementerian Pertanian untuk pemberdayaan masyarakat petani dengan tujuan perpustakaan berbasis inklusi sosial yaitu tentang bagaimana kita meningkatkan hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat apabila perpustakaan konvensional telah bertransformasi menjadi perpustakaan berbasis inklusi sosial,” tutur Momon.

Momon menambahkan, perpustakaan konvensional yang telah bertransformasi harus mendukung peningkatan kualitas dan kesejahteraan petani.

Momon menjelaskan perpustakaan yang bertransformasi tidak hanya menjadi rujukan informasi, tapi juga pustakawannya bisa menjadi agen informasi.

Baca Juga: Tiga Siswa SMP Al Masoem Berhasil Rebut Juara Satu dalam Kompetisi Daring Tingkat Nasional

Baca Juga: US Digelar Secara Daring, Syarifudin: Sarana Jadi Penunjang Optimalnya Gelaran Ujian di SMPN 3 Rancaekek

“Apabila perpustakaan konvensional telah bertransformasi menjadi perpustakaan berbasis inklusi sosial maka perpustakaan tersebut akan dicirikan oleh beberapa hal di antaranya koleksi perpustakaan merupakan wahana rujukan informasi untuk mencari solusi permasalahan, perpustakaan merupakan fasilitator pengembangan potensi pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan bahan informasi yang relevan, perpustakaan menjadi market space atau tempat masyarakat mengembangkan potensi dirinya, perpustakaan harus memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dalam melayani masyarakat, pustakawan merupakan agen informasi yang menjembatani antara masyarakat dengan informasi yang dibutuhkan,” kata Momon menjelaskan

Sementara Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando mengatakan, Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan menyatakan perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang memberikan layanan kepada pemustaka di lingkungannya dan secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di luar lingkungannya.

Namun ia mengakui bahwa seringkali hal ini ditafsirkan secara sederhana, di mana layanan perpustakaan terbatas hanya untuk pegawai di lembaga tersebut.

Padahal sesungguhnya, kata Syarif, layanan di perpustakaan khusus dapat mengikutsertakan semua pemangku kepentingan atau stakeholder dari lembaga induk masing-masing.

Dengan demikian, keberadaan perpustakaan dapat menjadi bagian solusi masalah bagi semua lapisan masyarakat.

Sejak 2018, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI didukung oleh Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan program perpustakaan bertransformasi menjadi perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Melalui program ini, perpustakaan diberdayakan sebagai subsistem sosial dalam kemasyarakatan yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan.

Terkait pertanian, Syarif menegaskan, Thailand dan Vietnam lebih unggul daripada Indonesia dalam hal pemanfaatan lahan pertanian.

Padahal, luas wilayah negara Vietnam jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia. Menurutnya, hal ini terjadi karena kemampuan petani di Indonesia belum optimal dalam mengolah lahan pertanian.

“Vietnam dalam mengolah sumber daya alam contohnya singkong bisa menghasilkan berton-ton untuk pakan ternak ke Eropa, sedangkan di Indonesia tidak seperti itu. Padahal di Indonesia lebih banyak profesor, doktor dan master dalam bidang pertanian dibandingkan di Vietnam. Apa masalahnya? Semua profesor, doktor dan master di sini pintar, yang tidak pintar adalah petaninya,” ungkap Syarif

Lebih lanjut, Syarif Bando menjelaskan data Bappenas menyebut hanya 10 persen penduduk Indonesia yang menempuh perguruan tinggi, sedangkan sisanya yakni 90 persen terjun ke masyarakat hanya bermodalkan ijazah SD dan SMP.

Menurutnya, mereka adalah segmen yang sangat potensial untuk diedukasi melalui perpustakaan. Perpustakaan sebagai pusat ilmu pengetahuan dan informasi berperan menjadi pusat transfer ilmu kepada masyarakat, khususnya petani.

“Perpustakaan harus mampu mentransfer pengetahuan kepada stakeholder-nya, dalam hal ini petani. Dengan demikian, para petani dapat menggunakan ilmu yang didapat dan menjelma seperti penyuluh pertanian dalam mengolah lahan pertanian yang ada,” ujarnya.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Subandi Sardjoko meminta Kementan menyinergikan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam melaksanakan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial.

Dia berharap agar literasi bisa menjadi basis untuk para penyuluh, petani, maupun masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan mereka.

Sehingga koleksi perpustakaan dan penyuluh bisa benar-benar mendukung pembangunan pedesaan.

“Di dalam visi Indonesia 2045 ini, kita mempunyai cita-cita agar manusia Indonesia menjadi manusia yang unggul dan berbudaya serta menguasai ilmu pengetahuan maupun teknologi, kemudian juga memiliki pembangunan yang merata dan inklusif. Jadi dapat dilakukan dan diakses dan dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat dan juga ekonomi yang maju dan berkelanjutan dan menjadi negara yang demokratis yang kuat dan negara yang bersih,” jelasnya.

Subandi menambahkan ada empat pilar untuk mendukung cita-cita ini yaitu membangun manusia yang menguasai iptek, membangun ekonomi yang berkelanjutan, pemerataan pembangunan dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.***

Editor: Handri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x