Sengketa Pilkada Kabupaten Bandung, Berikan Pendidikan Politik, Sachrial: Layangkan Gugatan ke MK

- 9 Februari 2021, 16:48 WIB
Sachrial Kuasa Hukum Kurnia Gaustina - Usman Sayogi, saat memberikan keterangan pers
Sachrial Kuasa Hukum Kurnia Gaustina - Usman Sayogi, saat memberikan keterangan pers /Rustandi/Jurnal Soreang

JURNAL SOREANG - Tim Kuasa Hukum paslon bupati Bandung nomor urut 1 Kurnia Agustina-Usman Sayogi (Nia-Usman) membeberkan alasan tim koalisi pengusung melakukan gugatan perkara Pilkada Kabupaten Bandung 2020 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kuasa Hukum Nia-Usman Sachrial menuturkan, alasannya adalah sebagai pendidikan politik. Sebab, jika tidak dilakukan gugatan, maka khawatir pilkada ke depan akan carut marut.

Hal ini merujuk jika visi dan misi pihak terkait yaitu paslon nomor urut 3 Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan diloloskan dalam verifikasi KPUD Kabupaten Bandung yang jelas-jelas melanggar pidana Pilkada.

Baca Juga: HPN 2021, Ketua PWI Kabupaten Bandung: Pers Harus Bisa Merubah perilaku Masyarakat Terhadap Ancaman Covid-19

"Bayangkan saja, kalau sampai visi dan misi ini lolos, maka tidak menutup kemungkinan jika visi dan misi para calon bupati di seluruh Indonesia ke depan akan memuat janji-janji politik yang bersifat quantifisir," ujar Sachrial di Soreang, Selasa 9 Februari 2021.

Tak hanya itu, nantinya visi dan misi yang dinilai melanggar pidana pilkada tersebut tentu akan dicantumkan di seluruh alat peraga kampanye (APK). " Lucu bila visi dan misi yang menjadi putusan KPU tidak dapat digugat.

Semisal contoh putusan KPU yang terjadi di NTT., jika tidak dibatalkan maka Indonesia akan mempunyai bupati pertama yang berkewarganegaraan Amerika Serikat," kata dia.

Baca Juga: Jajan di Kantin hingga Staycation di Hotel, ShopeePay Hadirkan Cashback 30 Persen

Oleh sebab itu, gugatan perkara Pilkada di Kabupaten Bandung yang merujuk pada visi dan misi paslon nomor urut 3 sudah cukup mendasar.

Menurutnya, jika hukum mengenai Pilkada bersifat preventif, maka nanti janji-janji calon bupati akan dituangkan dalam, visi dan misi. Tentu saja hal ini akan membuat brutal para calon bupati dalam membuat janji-janji politiknya.

"Bayangkan saja, kalau dibolehkan seperti itu, maka Pilkada 2024 tidak akan rasional. Janji-janji politik calon bupati akan brutal. Janjinya bisa meliputi kartu jaminan hidup, kartu hiburan, kartu wisata. Atau semua aspek kehidupan bisa dijanjikan tanpa rasional ucap dia. Kalau dibiarkan maka akan berdampak buruk pada proses demokrasi di Indonesia, enggak bisa dibayangkan," ucapnya.

Baca Juga: Sinergitas! Banyak Laporan, Bupati Bandung Minta ASN Tidak Alergi Terhadap Wartawan

"Ini sudah berbicara filsafat hukum. Jadi ada asas hukumnya contraris actus bahwa siapa yang memberikan keputusan dia juga bisa mencabut keputusan itu, kalau keadilan dasarnya yang ditegakkan kebenaran," sambung dia.

Menurut Sachrial, permohonan Tim Kuasa Hukum Nia-Usman ke MK dinilai sangat keras. Setidaknya ada 40 alat bukti dan dua laporan di Bawaslu Kabupaten Bandung yang belum final dan mengikat.

Tim Kuasa Hukum juga telah menyampaikan memori keberatan ke Bawaslu RI sebagai penanggung jawab akhir karena putusan di Bawaslu Kabupaten Bandung telah ditolak.

Baca Juga: Perdagangan Miras dan Narkoba Marak Terjadi, Kades Ciheulang, Kabupaten Bandung Tegaskan Ini!

"Ada yang menganggap permohonan kami mengenai visi dan misi paslon nomor 3 itu yang menjanjikan banyak hal kepada masyarakat dengan sejumlah kartu-kartu yang tidak rasional dan cenderung money politics," katanya.

"Tapi kami tidak menanggapinya. Tapi saat klien kami dianggap yang melanggar oleh kuasa hukum pihak terkait, kami tentunya akan bereaksi. Misal, ada pernyataan jika paslon nomor 1 menggunakan mobil dinas," tuturnya.

"Nah ini kami jadi heran. bahwa frasa pemohon yang digunakan oleh kuasa hukum pihak terkait jelas adalah menunjuk pada individu orang per orang, dan pemohon disebutnya sudah melanggar pidana pilkada. Padahal fakta membuktikan bahwa pemohon tidak pernah menggunakan mobil itu, menaiki mobil itu apalagi menyetir mobil itu," jelasnya.

Baca Juga: Dakwah Sejuk KPID Jawa Barat, Kang Emil: Luar Biasa Sinergitas Rencana Gemilang Jabar

"entah apa dasarnya dari kuasa hukum pihak terkait menyampaikan hal tersebut dalam persidangan terbuka untuk umum. Prinsip hukum pidana itu menyangkut perbuatan orang per orang atau individu, dan teori hukum pidana itu adalah mata kuliah di semester 1 fakultas hukum," sambung dia.

Sachrial pun menyayangkan persidangan di MK yang tidak memberi lagi pemohon untuk membantah pernyataan yang sangat tendensius itu. Opini sudah terbentuk, menurutnya persidangan di MK hanya digunakan untuk membentuk opini tanpa dasar, ia menilai jika mereka lupa pelajaran mata kuliah semester 1 di fakultas hukum.

"Ada juga frasa jika pemohon diminta untuk dipidana, padahal jelas yang dipidana harusnya pelakunya. Kan, yang membawa mobil dinas bisa saja relawannya atau simpatisan," kata dia.

Baca Juga: Gugup, Hwang In Yeop Tulis Surat Spesial di Instastory miliknya, Jangan Baper! Begini Isi Suratnya

Sachrial pun menilai jika alasan tersebut yang akhirnya membuat Tim Kuasa Hukum Nia-Usman berbicara. Sebab, pihak termohon dan terkait, baik dari KPU Kabupaten Bandung, Bawaslu Kabupaten Bandung, dan paslon nomor urut 3 sudah berbicara materi yang menyerang kliennya. Terlebih mater-materinya bersifat tendensius dan tidak sesuai fakta.

"Kalau kami diam saja maka akan terus terjadi bahwa ini adalah opini yang berkembang dan merugikan bagi warga Indonesia dalam berdemokrasi ke depannya," tegasnya.***

Editor: Rustandi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah