Bahkan, mahasiswa-mahasiswa muslim ITB yang masih “minat” untuk Shalat Jumat pun harus bersusah payah berjalan kaki dari ITB untuk shalat di Masjid Cihampelas.
3. Awalnya ditolak. Rektor ITB pada saat itu, Prof. Ir. O. Kosasih pun pada awalnya menolak rencana dibangunnya masjid di sekitar kompleks ITB. Alasannya, “Kalau orang Islam minta masjid, nanti orang komunis juga minta Lapangan Merah di ITB.
Baca Juga: Beli Paket Internet Lebih Menguntungkan dengan ShopeePay, Ikuti Langkah-Langkah Berikut Ini
Namun kepanitiaan yang terdiri dari Prof T.M. Soelaiman, Achmad Sadali, Imaduddin Abdulrachim, Mahmud Junus, dan lain-lain tidak lantas pasang sikap menyerah.
4. Dukungan non Muslim dan warga Belanda. Panitia perintis masjid menggalang dukungan kepada siapa pun yang mereka anggap kompeten.
Buah usaha mereka pun terwujud. Seorang dosen Planologi beragama Kristen, Drs. Woworuntu pun menyatakan dukungannya. Bahkan Prof. Roemond, seorang Belanda yang menjadi ketua Jurusan Arsitektur pun mendukung.
Baca Juga: 2021, Mobil dan Motor Listrik Segera Mengaspal
Akhirnya setelah melobi ke sana-ke mari, presiden saat itu, Ir. Soekarno memberikan restu akan dibentuknya Masjid Salman ITB. Rektor ITB pun terdorong pula untuk mengizinkan.
Walhasil, tepat pada 5 Mei 1972, Masjid Salman ITB untuk pertama kalinya dapat dipakai untuk Salat Jumat.
5. Aktivis bukan hanya mahasiswa ITB. Setelah 50 tahun lebih sejak dipakai shalat Jum'at pertama, saat ini Masjid Salman ITB berkembang pesat sehingga fungsinya tidak sebatas tempat shalat. Ada banyak bagian atau bidang di Masjid Salman ITB yang masing-masing memiliki garapan tersendiri.