Sebelum Sriwijaya Air SJ 182 Hilang Kontak dan Jatuh, Ini Analisa Peneliti Petir dan Atmosfir

- 10 Januari 2021, 20:16 WIB
Ilustrasi pesawat terbang
Ilustrasi pesawat terbang /PIXABAY/STOCKSNAP

JURNAL SOREANG - Sebelum pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hilang kontak karena jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, pada pukul 14.40 WIB hari Sabtu 9 Januari 2021, terdapat awan cumulonimbus (Cb).

Awan tersebut radius bentangannya sekitar 15 km dan suhu puncak awan mencapai minus 70 derajat Celsius. Akibatnya pesawat mengalami goncangan atau turbulance kuat ketika melewati awan itu.

Hal ini dikatakan Peneliti Petir dan Atmosfer BMKG Deni Septiadi. Dituturkannya, data observasi BMKG Cengkareng juga menunjukkan saat itu terjadi curah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai petir dengan jarak pandang 2 km.

Baca Juga: Dede Yusuf, Pemerintah Bukan Lagi Mengolahragakan Masyarakat Tapi Memasyarakatkan Olahraga

Meski begitu, situasi tersebut disebut layak untuk take off maupun mendarat.

Selain itu, arah angin di sekitar pesawat hilang dari level permukaan (1.000 hpa) persisten dari barat laut, kemudian pada ketinggian 3.000 m (700 hpa) persisten dari barat daya.

Artinya, menurut Deni, dari sisi angin sebenarnya tidak memiliki indikasi cross wind yang berarti.

Baca Juga: Bukan Hanya Wali Kota Bandung, Ketua dan Sekretaris DPRD Kota Bandung Juga Positif Covid-19

"Beberapa hal yang memungkinkan pesawat stall secara ekstrem dalam satu menit adalah pesawat tidak memiliki daya angkat kemungkinan akibat gagal mesin," kata Deni, Minggu 10 Januari 2021.

Halaman:

Editor: Sam

Sumber: Galamedianews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x