Dewan Pengarah BRIN dari BPIP, Anggota Komisi VII DPR RI Muyanto: Logikanya Kurang Masuk

10 September 2021, 16:04 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto. /Jurnal Soreang /dpr.go.id

JURNAL SOREANG - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menegaskan, secara substansial, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tidak membutuhkan Dewan Pengarah dalam menjalankan tugasnya.

Apalagi, lanjutnya, Dewan Pengarah tersebut berasal dari badan atau lembaga yang bersifat ideologis, yakni Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

"Saya pribadi tidak setuju BRIN memiliki Dewan Pengarah dari BPIP. Logikanya kurang masuk," ucap Mulyanto, sebagimana dikutip dari dpr.go.id yang diunggah pada Rabu, 8 September 2021.

Baca Juga: Calon Anggota BPK Sebut Dana Pusat Cukup untuk Daerah, Anggota Komisi XI DPR RI: Pemikirannya Sangat Makro

Dia melanjutkan, mungkin saja ada hubungan antara haluan ideologi Pancasila dengan riset dan inovasi, namun hubungan itu terlalu mengada-ada dan memaksakan diri.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tersebut berharap, sebaiknya lembaga litbang ini tidak dipolitisasi.

"BRIN adalah lembaga ilmiah. Biar bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif, rasional dengan indikator out come yang terukur. Jangan dibebani dengan tugas-tugas ideologis," tegasnya.

Di samping itu, ia menilai kewenangan Ketua Dewan Pengarah BRIN tidak tepat untuk diberi kewenangan yang terlampau besar layaknya menteri atau pejabat yang dapat mengeksekusi kebijakan.

Baca Juga: Calon Anggota BPK, Komisi XI DPR RI Soroti Kemungkinan Timbulnya Skandal Penanganan Covid 19

"Lazimnya, Dewan Pengarah hanya berwenang memberi arahan, pandangan, dan rekomendasi terhadap kebijakan dan program yang akan dilaksanakan suatu lembaga," jelas Mulyanto.

Artinya, Dewan Pengarah tidak mempunyai kewenangan untuk memberi persetujuan atau melaksanakan tugas tertentu.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu melihat, dalam beberapa hal, kewenangan Ketua Dewan Pengarah BRIN justru melebihi otoritas menteri.

Misalnya, beber Mulyanto, mempunyai dua orang wakil, yakni Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas, serta memiliki staf khusus sebanyak 4 orang.

Baca Juga: Komisi XI DPR RI: Banyak 'Ulat' dalam Penilaian WTP BPK

Selain itu, lanjutnya, Ketua Dewan Pengarah ini juga masuk pada wilayah executing, misalnya kewenangan memberikan persetujuan atas suatu kebijakan, bukan hanya sekedar memberikan arahan saja.

Bahkan, Ketua Dewan Pengarah dapat membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgasus) untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di lapangan dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh Kepala BRIN.

"Kewenangan yang diberikan Presiden kepada Ketua Dewan Pengarah BRIN rawan politisasi lembaga ilmiah. Apalagi bila melihat besaran anggaran yang akan dikelola," tuturnya.

Diungkapkan Mulyanto, berdasarkan data Kemenristek, dana Iptek yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga pada tahun 2018, 2019, dan 2020 sebesar masing-masing Rp33 triliun, Rp35 triliun, dan Rp36 triliun.

Baca Juga: Cegah Virus Baru Varian Mu, Komisi IX DPR RI Minta Pintu Masuk ke Indonesia Diperketat

Bila benar konsolidasi anggaran Iptek akan diwujudkan pemerintah mengikuti penggabungan lembaga Litbang secara nasional, maka paling tidak, dana sebesar Rp36 triliun akan dikelola BRIN.

"Jumlah yang cukup besar. Peneliti dan masyarakat perlu memelototi kinerja Dewan Pengarah BRIN ini. Jangan sampai kekhawatiran masyarakat atas politisasi riset menuju tahun 2024 terbukti," tegas legislator dapil Banten III ini.

Berangkat dari hal ini, Mulyanto menilai pemerintah terkesan terburu-buru mengambil kebijakan pembubaran dan penggabungan lembaga riset yang ada.

Pasalnya, konsolidasi kerja, SDM, peralatan, laboratorium, lahan percobaan, manajemen dan administrasi riset, serta budaya riset di masing-masing lembaga membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Baca Juga: Anggaran PEN Selisih Rp147 Triliun, DPR RI Segera Undang BPK

Secara de jure, jelas Mulyanto, tidak ada dasar hukum yang menjadi cantolan Perpres 78/2021 tentang BRIN terkait posisi Dewan Pengarah dalam struktur organisasi BRIN, termasuk dalam UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek (Sisnas Iptek) maupun di dalam UU No. 38/2008 tentang Kementerian Negara.

"Memang pernah ada pasal dalam RUU HIP. Ini kan baru RUU, dan itu pun sudah didrop dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," jelas Mulyanto.

Untuk diketahui, kewenangan Dewan Pengarah BRIN sebagaimana dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 pada pasal 7 ayat (3) berbunyi: "Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kewenangan untuk memberikan arahan, masukan, evaluasi, persetujuan atau rekomendasi kebijakan dan dalam keadaan tertentu dapat membentuk Satuan Tugas Khusus untuk mengefektifkan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b," bunyi pasal dalam Perpres tersebut.

Selain itu, dalam ayat (4) tercantum, Dewan Pengarah BRIN akan dibantu oleh paling banyak empat orang staf khusus yang bersifat ex-officio dan tidak bersifat ex-officio.***

Editor: Rustandi

Sumber: dpr.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler