Dukung Ketersediaan Bahan Bacaan, Perpusnas Gelar Perpusnas Writers Festival

17 Juni 2021, 09:39 WIB
Perpusnas writer's festival /Perpusnas


JURNAL SOREANG -Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI berusaha menyediakan konten literasi dan mendorong hadirnya penulis yang nantinya menjadi bagian dari upaya menghadirkan buku-buku yang dibutuhkan masyarakat.

Hal tersebut dilakukan Perpusnas melalui kegiatan Perpusnas Writers Festival (PWF) yang diselenggarakan pada 14—18 Juni 2021.

Kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka memperingati hari jadi ke-41 tahun Perpusnas ini mengangkat tema “Menulis, Membumikan Literasi”.

Baca Juga: Perpusnas: Rendahnya Budaya Literasi Bisa Picu Beban Biaya Kesehatan dan Bertambahnya Pengangguran

PWF menghadirkan para tokoh dalam dunia penulisan, di antaranya Duta Baca Indonesia Gol A Gong, Reda Gaudiamo, Dewi Lestari, Asma Nadia, Ahmad Fuadi, Habiburrahman El Shirazy, dan lainnya.

Kepala Perpusnas M. Syarif Bando menyatakan saat ini, Indonesia sedang kelaparan buku. Karenanya, Syarif Bando mengapresiasi penyelenggaraan festival ini yang akan menjadi wadah bagi penulis untuk menuangkan kreativitasnya.

Perpusnas berkomitmen akan mengembangkan kegiatan yang mendukung literasi dan kemampuan menulis masyarakat.

Baca Juga: 6,5 Juta Masyarakat Indonesia Akses Konten Digital Artikel Ilmiah di Perpusnas yang Kini Berusia 41 Tahun

“Indonesia hanya mampu menghadirkan tidak kurang 40 juta buku dari yang seharusnya 810 juta buku yang diperlukan setiap tahun. Ini sebuah masalah,” ungkapnya pada Pembukaan PWF yang diselenggarakan secara hybrid, Senin 14 Juni 2021.

Syarif Bando mengingatkan bahwa cara untuk menjadi negara maju sebenarnya sangat sederhana, yaitu dengan membaca.

Pengetahuan yang terkandung dalam buku akan ditransfer ke otak melalui proses membaca.

Baca Juga: Bupati Bandung Dadang M Naser meraih penghargaan dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI

Dengan bekal pengetahuan yang ada, maka ada kemampuan untuk berlatih keterampilan, dan dengan itu dikembangkan penelitian yang akan melahirkan teknologi.

“Tak akan ada persembahan teknologi tercanggih yang bersaing dalam percaturan global, setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, kalau tidak dengan membaca. Oleh karena itu, penting untuk menjadikan kegiatan seperti ini menjadi prioritas,” tegasnya.

Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, yang baru dilantik pada 30 April lalu sangat mengapresiasi kegiatan yang diakuinya sebagai terobosan dari Perpusnas.

Baca Juga: Perpusnas: Rendahnya Budaya Literasi Bisa Picu Beban Biaya Kesehatan dan Bertambahnya Pengangguran

Sebagai penulis, Gol A Gong mengaku senang dilibatkan dalam upaya pengembangan literasi di Indonesia.

“Jarang lho penulis di Indonesia dikumpulkan, biasanya parsial. Jadi sekarang Perpusnas menjadi semacam pusat kebudayaan. Wah ini luar biasa,” urainya.

Ke depannya, Perpusnas diharapkan menjadi rumah bukan hanya bagi bahan bacaan, tapi juga para penulis.

Baca Juga: Aktivis Literasi Pun Terjun Bantu Galang Dana Palestina, Materi Juga Dibutuhkan Bukan Hanya Doa

Gerakan literasi tidak hanya sebatas memberikan bacaan kepada masyarakat, tapi juga mengajak masyarakat untuk menjadi orang-orang yang memproduksi bacaan.

Sependapat, penulis Reda Gaudiamo menilai melalui kegiatan ini, sekarang penulis memiliki wadah untuk berkreasi.

“Sekarang ini waktunya untuk bekerja sama, jadi penulis, penerbit punya rumah karena selama ini semua jalan sendiri-sendiri. Kalaupun penulis bergerak oleh penerbitnya, kalau penerbitnya sendiri berjuang sendiri,” urainya.

Baca Juga: Menarik Minat Baca dan Budaya Literasi Masysarakat, Begini Cara Duta Baca Indonesia Gol A Gong

Sementara itu, Dewi Lestari, mengungkapkan banyak orang merasa sulit menulis karena terkendala ide dan bahan cerita.

Buntutnya, menurut penulis yang biasa disapa Dee ini, menulis menjadi hal yang menakutkan. Menurutnya, ada banyak hal yang dapat dijadikan bahan cerita, tetapi yang menjadi tantangannya adalah kemampuan menulis.

Padahal, kemampuan menulis dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang pekerjaan.

Baca Juga: Bunda Literasi Kabupaten Bandung: Para Siswa Sudah Rindu dengan Sekolah, Orangtua Juga Sudah Pusing

“Ide ataupun inspirasi itu hanya sebagian saja dari kegiatan menulis, tetapi memiliki ide tidak cukup untuk kemudian mengembangkannya menjadi tulisan. Ide adalah benih, tapi kalau benih ini mau kelihatan, butuh sesuatu ekstra di luar daripada itu. Sehingga dibutuhkanlah yang namanya skill-skill. Inilah yang kemudian kita pelajari, kita kembangkan,” paparnya.

Dia menambahkan bahwa kemampuan menulis bukan perihal mengetik atau menyusun huruf, tapi juga menjadi pemikir kritis.

“Makanya, skill menulis ini bisa bermanfaat bagi segala bidang karena berpikir kritis, berpikir logis itu akan terpakai, di kerjaan apa saja itu pasti akan selalu membantu kita,” pungkasnya.***

Editor: Handri

Tags

Terkini

Terpopuler